JAKARTA - Hubungan memanas antara Kerajaan Banten dan Mataram di masa pemerintahan Sultan Amangkurat I memaksa raja bersiaga. Sang penguasa Mataram itu pun menyiapkan skema pertempuran, tetapi yang diawali dengan sistem pengintaian.
Layaknya menangkap pelaku kejahatan, Kesultanan Mataram terlebih dahulu mengirim mata-mata dan intelijen ke Banten. Sultan Amangkurat I konon menyerahkan tanggungjawab itu kepada Tumenggung Pati.
Sultan Amangkurat I sendiri dikisahkan tidak ikut serta, tetapi dari Mataram memberi perintah kepada Lurah Patra di Juwana, untuk berlayar menyusuri pantai ke arah barat dan mengusir semua orang Banten. Bahkan ia memerintah dengan jelas bila ada yang melawan langsung dibunuh atau potong hidung dan telinganya, lalu dikirimkannya ke Mataram.
Maka, terjadilah pembersihan pantai utara sampai ke Karawang, sebagaimana dikisahkan H.J. De Graaf pada "Disintegrasi Mataram : Dibawah Mangkurat I". Tahap berikutnya adalah perintah kepada empat penguasa pantai untuk berlayar ke Sungai Craoan, yang berada di Karawang).
Di sana masing - masing penguasa dengan enam perahu yang dipersenjatai dengan kuat dan menyelidiki apakah ada perahu-perahu Banten di sana. Bila ada konon Sultan Mataram itu langsung memerintahkan agar segera harus diusir.
Tetapi sebelumnya diminta dengan hormat izin dari Pemerintah Kompeni, dikarenakan mungkin akan terlalu dekat. Mengingat ini baru pengintaian saja, sedangkan pertempurannya sendiri mungkin baru akan diadakan beberapa bulan kemudian.
Untuk itu akan dipersiapkan perahu-perahu di pelabuhan-pelabuhan Juwana dan Jepara, 70 buah di Jepara, masing-masing dengan 40-50 awak kapal, dengan tiga orang pemimpin. Pada tanggal 13 Oktober 1657, niscaya setelah armada dari Juwana bergabung dengan armada Jepara, bergeraklah mereka dari Jepara untuk menyapu bersih jalan ke Banten.
Follow Berita Okezone di Google News