Share

Ini 11 Kabupaten di Jawa yang Pasok Selir untuk Raja Mataram

Solichan Arif, Koran Sindo · Rabu 15 Maret 2023 13:21 WIB
https: img.okezone.com content 2023 03 15 337 2781489 ini-11-kabupaten-di-jawa-yang-pasok-selir-untuk-raja-mataram-IgxAvlEUeh.jpg Ilustrasi. (Foto: Ant)

BLITAR - Kolonial Belanda kerep menyalahartikan berbeda tradisi mengambil perempuan sebagai selir oleh raja Jawa. Selir ditafsirkan Belanda secara serampangan sebagai bijwijf atau concubine alias gundik atau perempuan simpanan. Selir sendiri berasal dari kata sineliran atau yang dipilih.

Tampaknya Belanda kurang memahami lebih dalam dari berkembangnya tradisi selir. Kolonial Belanda sepintas melihat seolah melulu untuk memenuhi kebutuhan seksual raja. Lebih dalam, ternyata di dalam tradisi selir tersimpan misi politik.

Ketika era kerajaan Mataram Islam, pengambilan selir yang kelak dijadikan permaisuri merupakan salah satu taktik untuk mempertahankan kekuasaan.

Di mana selir yang diambil seringkali berasal dari putri para bangsawan bawahan. Selir menjadi tanda loyalitas bangsawan terhadap raja. Karena itu, tidak sedikit bangsawan yang menyerahkan puteri mereka sebagai upeti, tanda takluk.

Walau begitu, banyak rakyat biasa yang sukarela menyerahkan putrinya sebagai selir. Jika si anak melahirkan keturunan raja, keluarga dari rakyat jelata itu berharap derajat sosialnya akan ikut terangkat.

“Upaya mengambil selir atau kelak dijadikan permaisuri merupakan salah satu strategi kekuasaan raja-raja Mataram. Hal itu dikenal juga sebagai perkawinan politik. Suatu perpaduan antara motif politik dan seksual,” demikian dikutip dari buku Bukan Tabu Nusantara (2018).

Selir-selir raja, yakni terutama Mataram biasanya diambil dari daerah yang dikenal memiliki banyak perempuan cantik. Pesona wanita dari daerah itu sudah menjadi buah bibir di lingkungan istana.

Di mana sejak era kerajaan Mataram Islam, ada 11 kabupaten di Jawa yang dikenal sebagai wilayah pemasok perempuan menawan untuk kerajaan. Di antaranya adalah Blitar, Malang, Banyuwangi dan Lamongan di wilayah Jawa Timur.

Lalu ada yang dari Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah, serta Indramayu, Karawang dan Kuningan di Jawa Barat.

Ironisnya, posisi perempuan yang hendak menjadi calon selir menjadi semacam komoditas. Sebab tidak semua perempuan yang dibawa ke keraton berhasil dipinang sebagai selir raja.

Follow Berita Okezone di Google News

Kemudian, mereka yang gagal itu lantas ditempatkan di daerah terpencil, yang dalam perjalanannya menjadi cikal bakal munculnya praktik pergundikan dan prostitusi. Pergeseran nilai itu menemukan bentuknya pasca Perang Jawa (1825-1830).

Ketika kolonial Belanda mulai membuka proyek perkebunan, pembangunan jalan raya, pendirian pabrik gula, serta mengintensifkan pelabuhan.

Saat itu, banyak pekerja yang rata-rata laki-laki merasa kesepian dan butuh dekapan perempuan. Pada masa kolonial Belanda, 11 Kabupaten di Jawa yang sebelumnya dikenal sebagai pemasok selir raja itu, bergeser menjadi pemasok praktik prostitusi.

“Kabupaten-kabupaten itu sekarang justru menjadi “pemasok” perempuan untuk prostitusi di kota-kota besar,” ungkap buku tersebut.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini