Share

Jenis Pungutan Pajak Era Kerajaan Majapahit, dari Pajak Tanah hingga Eksploitasi SDA

Avirista Midaada, Okezone · Selasa 14 Maret 2023 06:43 WIB
https: img.okezone.com content 2023 03 14 337 2780611 jenis-pungutan-pajak-era-kerajaan-majapahit-dari-pajak-tanah-hingga-eksploitasi-sda-OFlYgWzxAY.jpeg Ilustrasi/ Doc: Istimewa

 

JAKARTA - Kerajaan Majapahit salah satu kerajaan terbesar di Pulau Jawa. Kerajaan ini menjadikan pajak sebagai salah satu pemasukan utama negara.

Di bawah Raja Hayam Wuruk, pajak - pajak itu menjadi motor utama menggerakkan perekonomian, termasuk membangun infrastruktur - infrastruktur publik.

 BACA JUGA:

Berdasarkan "Perpajakan Pada Masa Majapahit", karya Djoko Dwijanto, dalam "700 Tahun Majapahit (1293 - 1993) Suatu Bunga Rampai" tercatat setidaknya ada lima jenis pajak yang biasanya ditarik oleh Kerajaan Majapahit. Jenis pajak pertama yang ditarik adalah pajak tanah.

Dalam perundang-undangan Majapahit (Nagarakrtagama, rabya haft LXXXVIII) disebutkan bahwa tanah yang dimiliki hendaknya diolah secara intensif, sehingga dapat memberikan hasil yang banyak serta memberikan keuntungan.

 BACA JUGA:

Sebaliknya jika tanah ditelantarkan, maka pemiliknya akan dikenai denda oleh raja.

Pajak kedua yakni pajak usaha, di mana ini masih terbagi menjadi tiga jenis lagi, misalnya pajak perdagangan. Pajak perdagangan yang disebut dengan panemas dan dikelola oleh aparat pajak perdagangan yang disebut kakalangan madrawya haft.

Selanjutnya pajak perdagangan ini ditarik dari pedagang yang antara lain terdiri dari bantyaga atau wantyaga, atau sering disebut apeken dan para sambyawahara. Pemungutan pajak perdagangan ini dilakukan oleh aparat kerajaan yang disebut tuba dagang atau juru dagang terhadap obyek pajak yang berupa komoditas perdagangan.

Adapun dasar pemungutannya disesuaikan dengan jenis komoditasnya, misalnya binatang (kerbau, lembu, kambing, babi dan itik) dasar pengenaannya dihitung berdasarkan jumlah cacahnya yang dinyatakan dengan satuan prana atau tuban.

Follow Berita Okezone di Google News

Kemudian pajak usaha kerajinan yang disebut paure. Pajak ini dikenakan pada kelompok pengrajin yang meliputi kelompok pande dan misra. Pande adalah pengrajin benda-benda yang terbuat dari logam.

Misra adalah sekelompok pengrajin bukan barang-barang logam, termasuk antara lain pembuat tenun cadar, pengrajin anyaman, dan pembuat minyak jarak.

Kemudian pajak profesi menjadi jenis pajak yang ditarik oleh pemerintah. Perkembangan jenis profesi menjadikan pemerintahan Majapahit menarik pajak dari mereka. Apalagi adanya spesialisasi jenis pekerjaan sebagai mata pencaharian hidup.

Selain petani dan nelayan, masih dikenal adanya pedagang, pengrajin, penjual jasa misalnya abañol, aringgit, matapukan, sena mukha, dan banyaga. Orang-orang yang disebut terakhir termasuk di dalam warga kilalan, yaitu orang yang dinikmati hasilnya, maksudnya adalah orang yang dikenai pajak atau wajib pajak.

Secara khusus tidak diketahui bentuk pungutannya dan besar pungutannya yang dikenakan pada warga kilalan. Di dalam prasasti hanya ditemukan satuan yang mengikuti sebutannya ketika diadakan pembatasan di daerah stma, misalnya padabt disebut dengan satuan tangkep, tangkilan atau kilan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pajak dipungut pada tiap unit padahi.

Pajak keempat yang ditarik yakni pajak orang asing yang tinggal di wilayah Kerajaan Majapahit. Terdapat beberapa orang asing yang berasal dari berbagai negara, misalnya aryya, bablara, bebel, campa, cina, karnntaka, kling, kair, mambang, mandikira, remin, dan singhala. Mereka ini semua termasuk yang dikenai pajak, karena termasuk dalam warga kilalan.

Di dalam prasasti pajak orang asing disebut kiteran. Data tentang hal itu disebut dalam prasasti Wurudu Kidul tahun 922 M. Prasasti ini mengisahkan tentang proses peradilan dalam kasus kewarganegaraan seseorang.

Sang Dhanadi seorang warga Wurudu Kidul disangka orang Khmer, tetapi setelah melalui proses peradilan tuduhan itu tidak terbukti, maka ia kemudian menolak kiteran.

Jenis terakhir yang ditarik pajak yakni pajak eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA). Di mana di antara jenis usaha yang dikenai pajak adalah usaha pengeksplotasian sumber daya alam secara langsung.

Jenis usaha itu antara lain manangkeb, makala-kala manuk (berburu unggas), mamukat wungkudu, dan pemanfaatan sumber daya kelautan seperti memancing dan menjala ikan serta pengusahaan garam.

Pungutan pajak terhadap usaha mengeksploitasi sumber daya kelautan diketahui melalui pembatasan usaha pemilikan kapal penangkap ikan (biltran), pukat maupun jala, seperti disebut dalam prasasti Wimalasama. Akan tetapi, dari prasasti tidak dapat diketahui besarnya pungutan pajak dan waktu pemungutannya.

Namun demikian, dari sudut lingkungan ketetapan itu dapat dianggap sebagai solusi terhadap pencegahan kerusakan lingkungan yang dieksploitasi secara berlebihan. Di dalam daftar manilala drabya haji juga ada sebutan padahut pang-pang yang mungkin sekali berarti petugas denda bagi penebang pohon secara sembarangan.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini