JAKARTA - Sarwo Edhie Wibowo merupakan tokoh militer yang dikenal saat penumpasan Gerakan 30 S/PKI. Saat itu, ia menjabat sebagai Komandan RPKAD (kini Kopassus). Hal inilah yang mendorong anaknya, Pramono Edhie Wibowo memutuskan untuk menjadi pasukan baret merah, Kopassus mengikuti jejak sang ayah.
Pramono Edhie pun membeberkan pengalamannya saat mengikuti seleksi masuk prajurit Kopassus yang dikenal memiliki kemampuan di atas rata-rata.
(Baca juga: Jenderal Kopassus Terjun Langsung Selamatkan Pilot Susi Air dan 15 Pekerja yang Disandera KKB)
Semua prajurit baret merah mempunyai kemampuan khusus gerak cepat dalam setiap medan, menembak cepat, pengintaian dan anti-teror. Mereka dilatih untuk bisa menguasai kemampuan darat, laut serta udara.
Selepas menempuh pendidikan dari Lembah Tidar tahun 1980, Pramono Edhi mengikuti seleksi prajurit Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), cikal bakal korps baret merah, Kopassus.
Sebagai calon prajurit baret merah, Pramono Edhie harus melalui Tahap Basis di Pusat Pendidikan Pelatihan Khusus, Batujajar, Bandung. Tahapan tersebut berupa keterampilan dasar, seperti menembak, teknik dan taktik tempur, operasi raid, perebutan cepat, serangan unit komando, dan navigasi darat.
Setelah Tahap Basis, dia berlanjut mengikuti Tahapan Hutan Gunung hutan kawasan Citatah, Bandung. Disana dia digembleng untuk menjadi pendaki serbu, penjejakan dan survival di tengah hutan. Tahapan tersebut diakhiri dengan berjalan kaki ke Situ Lembang-Cilacap dengan membawa sejumlah amunisi dan peralatan yang beratnya bisa mencapai belasan kilogram.
Sampai di Cilacap, prajurit kembali mendapat latihan yang cukup berat, yaitu Tahap Rawa Laut atau kemampuan berinfiltrasi melalui rawa laut.
Follow Berita Okezone di Google News