Â
JAKARTA - Kehidupan Gajah Mada pasca-Perang Bubat tidaklah sama seperti biasanya. Ia menjadi banyak disalahkan atas keputusannya sebagai Mahapatih Majapahit yang mendahului perintah raja Hayam Wuruk.
Sadar posisinya salah, Gajah Mada lantas memilih tidak aktif lagi sebagai Mahapatih Majapahit. Ia memilih menjadi seorang pertapa sebagai wanaprastha atau menyepi tinggal di hutan yang konon berada di Madakaripura, suatu wilayah di pedalaman Probolinggo selatan atau tepatnya di kaki pegunungan Bromo Semeru.
 BACA JUGA:Suhu Dingin dan Salju Hambat Upaya Pencarian Korban Gempa Turki dan Suriah
Di tempat inilah, terdapat air terjun bernama Madakaripura yang airnya jatuh dari tebing yang tinggi. Di balik air terjun itu, terdapat deretan ceruk dan satu gua yang cukup menjorok ke dalam. Konon Gajah Mada bertapa sampai akhir hayatnya sebagaimana dikisahkan pada "Hitam Putih Mahapatih Gajah Mada" karya Sri Wintala Achmad.
Namun, ada dua versi pendapat bersumber dari karya sastra mengenai akhir hayat sang mahapatih itu. Versi pertama dari Kakawin Nagarakretagama dan kedua versi Kidung Sunda. Menurut Kakawin Nagarakretagama, Gajah Mada meninggal sesudah gering atau menderita sakit.
 BACA JUGA:Sosok Bripda HS, Anggota Densus 88 Pembunuh Sopir Taksi Pernah Terlibat Kasus Judi dan Punya Utang Besar
Pernyataan Kakawin Nagarakretagama sebagaimana terdapat dalam kakawin gubahan dari Mpu Prapanca ini berbunyi "Tersebut pada tahun Saka Angin Delapan Utama (1285), Baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam. Sekembalinya dari Simping segera masuk ke pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gajah Mada gering. Pernah mencurahkan tenaga untuk keluyuran ke Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng memusnahkan musuh."
Namun menurut Kidung Sunda, bahwa Gajah Mada meninggal tidak didahului dengan sakit, melainkan mati dengan cara moksa atau membebaskan diri dari dunia, sesudah mengetahui akan dibunuh oleh kedua pamannya - Raja Kahuripan dan Raja Daha.
Follow Berita Okezone di Google News