Share

Laut Berubah Merah saat Rombongan Kerajaan Sunda Sambangi Majapahit, Berujung Tragis

Avirista Midaada, Okezone · Sabtu 04 Februari 2023 06:58 WIB
https: img.okezone.com content 2023 02 04 337 2758908 laut-berubah-merah-saat-rombongan-kerajaan-sunda-sambangi-majapahit-berujung-tragis-rCI98rw0Yv.jpg Gajah Mada/Foto: Wikipedia

 

JAKARTA - Peristiwa Perang Bubat konon tak lepas dari kebimbangan Raja Hayam Wuruk dalam mengambil keputusan. Pasalnya sebagi raja muda di Majapahit, Hayam Wuruk selama ini dibantu oleh Mahapatih Gajah Mada sebagai tokoh sentral layaknya posisi perdana menteri.

Namun, sebelum perang itu, ada sebuah tanda yang tak dihiraukan Raja Sunda dan para pejabatnya sebelum berangkat. Saat itu dikisahkan, sesudah pinangan Hayam Wuruk diterima, Maharaja Linggabuana Wisesa, permaisuri, dan beberapa pejabat istana berangkat ke Majapahit, untuk mengantarkan Dyah Pitaloka Citraresmi, sekaligus melangsungkan pesta pernikahan di ibukota Majapahit.

 BACA JUGA:Kudeta dari Mpu Sindok Akhiri Era Dinasti Sanjaya di Mataram Kuno

Dikutip dari buku "Perang Bubat 1279 Saka : Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit" tulisan Sri Wintala Achmad, rombongan ini berangkat di hari yang ditentukan ke Majapahit.

Tidak terlalu banyak pasukan yang mengiringi perjalanan Maharaja Linggabuana Wisesa ke Majapahit. Perjalanan jauh akan mereka tempuh dari Galuh menuju ibukota Majapahit di Trowulan. Ratusan rakyat Galuh mengantarkan sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai.

 BACA JUGA:Coretan Einstein Rumuskan Teori Relativitas Terjual dengan Harga Fantastis

Sesampainya di pantai, konon ada sebuah kejutan di mana mereka menyaksikan laut berwarna merah darah yang melambangkan bahwa rombongan itu tidak bakal kembali ke negeri kelahirannya. Namun tanda itu tak dihiraukan oleh Maharaja Linggabuana Wisesa dan rombongannya. Mereka tetap berangkat menuju Majapahit dengan penuh misteri.

Rombongan Sunda tiba di Pesanggrahan Bubat, datanglah utusan patih Amangkubhumi Gajah Mada yang menyampaikan maksud agar Dyah Pitaloka Citraresmi diserahkan kepada Hayam Wuruk sebagai tanda takluk Sunda ke Majapahit.

Namun, hal ini membuat Maharaja Linggabuana Wisesa merasa harga dirinya telah terinjak-injak dengan perlakuan Gajah Mada. Tetapi, sebagai raja yang arif, Maharaja Linggabuana Wisesa enggan bertindak gegabah, untuk serta merta mengadakan perlawanan di tempat itu.

Hanya saja, kearifan hati Wisesa tak diikuti oleh seluruh anak buahnya. Pada situasi demikian, rombongan Sunda itu merasa dilecehkan. Karenanya, rombongan Sunda itu ingin mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka Citraresmi sebagai pengantin, bukan sebagai tanda takluk Sunda terhadap kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Follow Berita Okezone di Google News

Namun, Hayam Wuruk tampaknya belum berani mengambil keputusan tepat. Faktor usia yang masih muda menjadikannya bimbang, apalagi kedudukan Gajah Mada yang sekelas perdana menteri menjadi tokoh andalan untuk Majapahit dalam mengambil kebijakan.

Di sisi lain, rombongan pengantin Sunda mulai muak dengan perlakuan yang diterimanya dari Gajah Mada. Beberapa pejabat istana Sunda seperti Larang Agung, Tuan Sohan, Tuan Gempong, Panji Melong, Rangga Kaweni, Sutrajali, Jagatsaya, Urang Pangulu, Urang Saya, dan Urang Siring, naik pitam.

Mereka pun memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan Majapahit di bawah komando Gajah Mada, meski secara jumlah jelas kalah telak. Sebelum raja Hayam Wuruk memberikan putusan, Gajah Mada dan pasukannya sudah melakukan penyerangan ke lapangan Bubat dan mengancam raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa, untuk mengakui kekuasaan Kerajaan Majapahit.

Demi mempertahankan kehormatan dan harga diri sebagai ksatria Sunda, Maharaja Linggabuana Wisesa menolak tekanan itu. Satu lesatan anak panah, entah busur dari siapa menerjang utusan Gajah Mada hingga terkapar di tanah.

Suasana pun tidak terkendali, perang pun tidak terelakkan lagi. Rombongan pengantin Sunda yang tidak siap berperang menghunus pedang dan merentangkan gendewa untuk menghadapi pasukan Majapahit yang sudah siaga berperang.

Timbullah peperangan yang tak seimbang antara pasukan Gajah Mada yang berjumlah besar dengan pasukan Balamati, para pejabat, dan para menteri dari Kerajaan Sunda di lapangan Bubat.

Pasukan Sunda menyerang ke arah selatan, di sana pasukan Majapahit dibuat kocar-kacir. Namun, serangan dari pasukan Sunda itu dipatahkan oleh pasukan Majapahit di bawah komando Arya Sentong, Patih Gowi, Patih Marga Lewis, Patih Teteg, dan Jaran Baya. Para menteri Araraman dan pasukan berkuda berganti menyerang pasukan Sunda.

Serangan itu berhasil meluluhlantahkan pertahanan hingga pasukan Sunda menyingkir ke arah barat daya. Pasukan Sunda dapat dikepung berhadapan dengan pasukan yang dipimpin langsung Gajah Mada.

Setiap prajurit Sunda yang menghadang kereta Gajah Mada berhasil disingkirkan satu persatu sehingga peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa, para menteri, dan pejabat Kerajaan Sunda.

Kemenangan yang dibayar mahal setelah itu, karena Dyah Pitaloka Citraresmi memilih bunuh diri setelah melihat ayahnya dan seluruh rombongan Sunda gugur dalam pertempuran itu.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini