JAKARTA - Peran Inggit Garnasih begitu besar dalam kehidupan Soekarno. Kala mengalami kesulitan ekonomi, termasuk saat Bung Besar dibuang ke Ende, Flores pada 1934 dan Bengkulu 1938, Inggit setia menemani.
Inggit selalu bisa membesarkan hati suaminya, memberikan dorongan semangat dan membagi suka duka.
 BACA JUGA:Aksi Heroik Karyawan Minimarket Gagalkan Perampokan di Tangsel
Malangnya, pernikahan mereka tidak dikaruniai seorang anak, sehingga mereka mengangkat dua orang anak, yaitu Ratna Djuami dan Kartika.
Pada 1934-1938, Soekarno dan keluarganya yaitu Ibu Amsi, Inggit Garnasih dan Ratna Djuami, diasingkan di Pulau Bunga.
 BACA JUGA:BMKG: Jaksel dan Jaktim Akan Diguyur Hujan pada Siang Hari
Mereka pun kala itu dikucilkan oleh orang-orang yang mengenalnya, namun enggan berurusan dengan polisi kolonial Belanda. Selain itu, Kaki Soekarno hanya diperbolehkan melangkah dalam radius lima kilometer dari rumah pembuangannya.
Seorang polisi berpakaian preman akan berada pada jarak 60 meter dekat dengan Soekarno. Ke mana pun ia pergi, polisi itu selalu membayanginya.
Soekarno sangat tersiksa dan kerinduan akan Pulau Jawa menghantam dada dan kepalanya. Sekali pun begitu, sebagai pimpinan keluarga, tak sekali pun ekspresi duka ia tampakkan di hadapan keluarganya.
Ketegarannya semakin terkikis ketika Ibu Amsi meninggal dunia di atas pangkuannya. Wafatnya Ibu Amsi adalah peristiwa yang sangat memilukan.
Pada suatu malam, Ibu Amsi pergi untuk beristirahat dan tidur. Pada esok paginya, Soekarno menyadari bahwa ia tidak bangun-bangun.
Follow Berita Okezone di Google News