JAKARTA โ Pakar hukum tata negara UNS Agus Riewanto menerangkan Polemik terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker).
Menurutnya, putusan MK hanya menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat yang berarti sebatas hanya cara pembuatannya saja perlu diperbaiki namun isi (materiilnya) dianggap perlu oleh negara.
Riewanto menjelaskan, jika saja Perppu Ciptaker yang sama seperti omnibus law tidak ada saat ini maka kinerja Presiden dapat dianggap penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
โPerppu itu untuk memberikan kepastian pemerintah bisa bekerja berdasarkan hukum. Kalau tidak ada maka abuse of power. Maka dalam perspektif hukum tata negara lebih baik pemerintah berjalan meski aturannya salah ketimbang tidak ada aturan,โ ucap Riewanto pada webinar nasional Moya Institute bersama Narada Center dan ITB-Ahmad Dahlan bertajuk Perppu Cipta Kerja dan Antisipasi Resesi Global.
Sebelumnya diberitakan, Perppu Ciptaker dinilai merupakan solusi lain UU Ciptaker yang dinyatakan Mahkamah Konstitusi tahun 2020 inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.
Diketahui, Presiden Jokowi pada akhir tahun lalu mengesahkan Perppu Ciptaker tersebut untuk legitimasinya menghadapi resesi global dan saat ini sedang dalam pembahasan di parlemen.
Kemudian, Rektor ITB-Ahmad Dahlan Mukhaer Pakkanna mengungkapkan, Perppu Ciptaker yang diterbitkan belum lama ini tujuannya pun masih sama guna memperluas lapangan kerja, mengurangi pengangguran, serta terutama menyasar investasi.
Hanya saja Mukhaer menyoroti mengenai makna kegentingan memaksa sesuai UUD 1945 yang definisinya ditentukan Presiden sehingga dapat dianggap menjadi subyektivitas mengesahkan Perppu Ciptaker.
Follow Berita Okezone di Google News