Share

Kenangan Perwira Paskhas 'Disentil' Jenderal Kopassus karena Belum Cukuran

Tim Okezone, Okezone · Minggu 29 Januari 2023 21:09 WIB
https: img.okezone.com content 2023 01 29 337 2755203 kenangan-perwira-paskhas-disentil-jenderal-kopassus-karena-belum-cukuran-aIBkje2FTM.jpg Doni Monardo bertemu mantan anak buahnya saat di paspampres (Foto: Dok)

JAKARTA - Pertemuan Ketua Umum PP PPAD Letjen TNI (Purn) Doni Monardo dengan Komandan Paspampres, Marsekal Muda TNI Wahyu Hidayat Soedjatmiko membuatnya bernostalgia.

Tak hanya itu, pertemuan juga ada Wadan Paspampres Brigjen TNI (Mar) Oni Junianto, beserta jajaran di Aula Soerjadi, Gedung PPAD Jalan Matraman Jakarta Timur. Pertemuan itu terjalin beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: 3 Fakta Mayjen Nissa Yani Didapuk sebagai Aslog Panglima TNI 

Marsda Wahyu merupakan Komandan Paspampres ke-27. Ia resmi menjabat menjabat sejak 26 Juni 2022. Doni Monardo sendiri juga merupakan Komandan Paspampres ke-20 yang menjabat tahun 2012 – 2014.

Doni Monardo, Wahyu Hidayat, dan Oni Junianto, mempunyai kisah unik saat masih sama-sama di Paspampres.

“Mungkin ini yang disebut takdir. Wahyu dan Oni dulu pernah menjadi anggota saya di Paspampres. Tahun 2014,” kata Doni.

BACA JUGA:Buka Apel Komandan Satuan Tahun 2023, Panglima TNI Ingatkan Prajurit Hindari Politik Praktis 

Menurut Doni, kala itu mereka diberi tugas Komandan dan Wakil Komandan Satgas Presiden tahun 2014. Wahyu komandan, Oni wakil komandan.

"Siapa sangka, saat ini, atau sembilan tahun kemudian, mereka kembali berduet,” ujarnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Begitu juga dengan Marsda Wahyu. Ia punya cerita kenangan dengan Doni Monardo. Dirinya mengaku pertama mengenal Doni Monardo sejak 2010 di Paspampres.

“Saat itu, Pak Doni Dan Grup A, saya komandan detasemen 3. Tapi sebelum ditugaskan ke Paspampres, nama pak Doni sudah sangat terkenal. Terkenal keras,” kata Wahyu.

Hal itu dirasakan Wahyu saat Doni Monardo saat bertugas di Paspampres. “Awalnya memang kaget-kaget. Sentilan Doni pertama yang saya rasakan soal jenggot, karena lupa cukur. Wah, beliau orangnya perfect dan teliti sekali,” ujarnya.

Kendati demikian, semua kenangan itu terukir menjadi prasasti indah. “Banyak ilmu beliau yang ketika saya kembali ke satuan Paskhas AU, saya terapkan,” tuturnya.

Diceritakannya, kenangan awal tugas di bawah komando Doni Monardo adalah soal Pembinaan Satuan (Binsat) Personel.

“Suatu ketika beliau mengajak kami berenang. Kami pikir yaaa main air biasa, nggak taunya disuruh renang 500 meter. Kesempatan lain, beliau mengajak kembali ke kolam renang. Kami sudah siap renang 500 meter, tak taunya disuruh menyelam,” ujar Wahyu.

Hal lainnya yang menurutnya masih menjadi teladan yakni, catat dan tiru dari Doni Monardo adalah soal kesejahteraan prajurit namun bukan semata-mata soal materi.

“Ambil contoh soal cuti. Dulu, tugas di Paspampres jangan mimpi cuti. Tapi beliau memberikan hak cuti kepada prajuritnya. Hanya saja, cuti harus diatur, tidak semau maunya. Kecuali kalau acara teragenda seperti mau mantu atau nyunatin anak, itu bisa request. Saya merasakan, kebijakan itu sangat membahagiakan prajurit,” ujarnya.

Namun, Doni pindah tugas menjadi Danrem Surya Kencana, Bogor setahun kemudian. Sementara Wahyu masih bertahan di Paspampres. Pada akhirnya Wahyu kembali ke Paskhas menjadi Asops.

Doni Monardo sendiri sudah menjabat Komandan Paspampres, Wahyu menjabat Komandan Grup A. Sebelum pindah, Doni Monardo memanggil dan memberi perintah, “Wahyu, kamu jangan pindah dulu. Saya kasih tugas Dan Satgas Presiden,” ujarnya, menirukan perintah komandannya.

Pada masa transisi dari Presiden SBY ke Presiden Joko Widodo. Penugasan itulah yang menurutnya dinilai sebagai “jalan lurus” menuju karier selanjutnya, hingga akhirnya dipercaya menjadi Komandan Pasukan Baret Biru Muda, penjaga simbol negara.

Kenangan lainnya yang masih tersimpan adalah momen di pengujung tugas Wahyu sebagai Dan Satgas Preside. Saat itu, adalah kirab usai prosesi pelantikan presiden di Gedung DPR-MPR RI Senayan menuju Istana Negara. Hari itu, Senin 20 Oktober 2014 pagi.

Acara pelantikan selesai pukul 11.00 WIB, dilanjutkan ramah-tamah dengan Duta Besar negara sahabat hingga pukul 12.00. Setelah itu, kirab pun dimulai.

Kala itu, agendanya, presiden dan wakil presiden meninggalkan Gedung DPR-MPR menuju bundaran HI. Dari bundaran HI, perjalanan ke istana dilanjutkan dengan kereta kuda.

Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Massa sudah menyemut di sekitar Jembatan Semanggi. Iring-iringan mobil kepresidenan pun tak mampu membelah lautan manusia.

Kemudian, mobil kepresidenan berjalan lambat. Wahyu sigap melompat turun dan berjaga di pintu kiri dan kanan mobil RI-1.

Ia perkirakan pukul 12.20 karena matahari menyengat sejadi-jadinya. Sementara, Wahyu, Maruli, Doni Monardo, dan pasukan pengamanan presiden lain berbusana formil, lengkap dengan jas, dasi, dan sepatu pantofel.

Keringat mulai bercucuran. Namun, ia harus sigap menghalau tangan massa yang menerobos jendela mobil hendak menyalami tangan Presiden Jokowi. Di tengah suasana terik, berjalan kaki mendampingi laju lambat mobil kepresidenan dengan kewaspadaan penuh.

Situasi di luar perhitungan semakin membuat semuanya terasa semakin berat, Sebab, skenario pengamanan berlapis telah disusun mulai dari bundaran HI ke Istana.

“Jadi, dari Semanggi ke Bundaran HI sangat di luar perkiraan. Tenggorokan kering. Ludah terasa getir,” cerita Wahyu.

Beruntung, ajudan Presiden Jokowi yang pertama adalah teman satu angkatan Wahyu. Segera ia berinisiatif memberinya sebotol air mineral.

Nostalgia tak berhenti di situ, saat Doni Monardo sertijab Dan Paspampres kepada penggantinya Mayjen TNI Andika Perkasa. Doni mengemban tugas sebagai Danjen Kopassus.

Komunikasi Doni dan Wahyu tak pernah putus. "Beliau orang pertama yang menelepon dan mengucapkan selamat ketika saya dilantik menjadi Dan Paspampres, 27 Juni 2022. Menjelang KTT G-20 di Bali beberapa waktu lalu, Pak Doni juga telepon saya, memberi saran-arahan terkait pengamanan 43 kepala negara. Beliau sangat care dengan Paspampres,” ujarnya.

Kenangan bersama Doni Monadro juga dirasakan Wadan Paspampres, Brigjen TNI (Mar) Oni Junianto. Ia pernah merasakan gemblengan Doni Monardo sejak tahun 2004, saat Doni menjabat Waasops Dan Paspampres (2004 – 2006).

“Waktu itu beliau pangkat letkol saya kapten,” ujar Oni.

Oni merasakan perubahan mendasar di tubuh Paspampres. Kemudian, Doni meletakkan dasar profesionalisme pada prajurit pengamanan presiden. Intensitas latihan ditingkatkan. Perlengkapan pun di-upgrade.

Tiba satu masa, Paspampres menyiapkan satu tim untuk mengikuti Pendidikan di Pasukan Khusus Korea Selatan, yang disebut Satuan 707. Semacam Satgultor (satuan penanggulangan teroris) kalau di Kopassus.

Jumlah pasukan Paspampres yang diberangkatkan ke Korea tercatat 15 orang. Dari pasukan yang diberangkatkan, Doni Monardo paling senior.

“Yang saya kagumi, beliau istilahnya tidak ‘mantul’ alias makan tulang, enak-enakan karena paling senior. Tidak. Pak Doni mengikuti semua tahapan latihan bersama kami. Betul-betul totalitas,” ceritanya.

Sebelum latihan, Oni merasakan pelatih satuan 707 Korea sedikit under-estimated. Akan tetapi, Doni Monardo mengatakan, pasukan yang ia bawa berada pada level 8. Pelatih Korea sempat kaget dengan statement Doni yang diucapkan dengan sangat percaya diri.

Faktanya, semua prajurit Paspampres yang berlatih di sana, bisa mengikuti semua tahapan latihan. Latihan menembak, mampu. Kesamaptaan, tidak kalah. Fisik, prima. Sejak itu, pelatih Korea mulai percaya dan respek.

Perhatian seorang Doni Monardo juga tak luput dari kenangan. Saat berangkat ke Korea, Oni meninggalkan istri yang sedang hamil anak pertama.

Usia kandungan sudah lebih 8 bulan lebih yang artinya, bisa kapan saja istrinya melahirkan. Suatu hari Doni mendatangi Oni dan bertanya, “Oni, saya perhatikan kamu seperti ada beban. Ada apa? Bicara saja,” begitu Doni menyapa Oni.

Awalnya Oni menutupi bahwa istrinya sedang hamil. Ia menjawab semua baik-baik saja. Namun, Doni tidak percaya begitu saja.

Saat dicecar, baru Oni menceritakan ihwal istrinya yang tengah hamil tua. Setelah tahu, Doni langsung meminjamkan telepon seluler, yang ketika itu masih relatif langka.

“Problemnya adalah tempat latihan kami sangat terpencil, sehingga harus bersusah payah mencari signal,” katanya.

Doni Monardo memang sosok yang terkenal keras. Namun, bukan yang berarti marah sekonyong-konyong. Setelah marah ia kerap memberitahu apa yang salah dan bagaimana seharusnya.

“Pak Doni terkenal keras, galak. Tapi sekeras dan segalak-galaknya Pak Doni, bukan marah yang mengada-ada. Selalu ada dasar. Setelah marah, diberi tahu salahnya di mana dan bagaimana seharusnya. Beliau memberi solusi sekaligus keteladanan. Terus terang, pola kepemimpinan pak Doni yang sampai sekarang menjadi mindset saya,” katanya.

Oni mengaku selama berinteraksi dengan Doni Monardo tidak pernah dimarahi. Sampai suatu ketika, Oni sempat bertanya, “Kenapa komandan tidak pernah memarahi saya.” Doni tersenyum, dan menjawab, “Ya itu artinya saya tidak pernah menemukan kesalahan yang kamu perbuat.”

Dari kepemimpinan seorang Doni Monardo, banyak yang bisa dipetik Oni. Serupa dirasakan Wahyu Hidayat, Dan Paspampres yang berasal dari Paskhas, yang menerapkan kepemimpinan ala Doni Monardo di satuan elit TNI-AU. Oni pun demikian.

Saat kembali ke satuan Marinir TNI-AL, ia mewariskan pola kepemimpinan ala Doni Monardo kepada para prajurit yang dipimpinnya.

Di mata Oni, Doni Monardo sosok yang konsisten. Doktrin lain yang Oni dapat dari Doni Monardo adalah, “Jangan sekali-kali mengambil atau memotong hak anggota. Dalam memimpin dan memberi tugas, pertimbangkan keluarganya, perut jangan sampai kosong. Ketika satuan tugas bergerak di depan, yang di belakang harus menyiapkan dukungan, jangan santai,” ujar lulusan AAL 1995 itu.

Nama Doni Monardo harum hingga dirinya pensiun. Di mana pun tugaskan, selalu tampil profesional. Doni Monardo juga mewariskan restrukturisasi Paspampres. Lahirnya Grup D.

“Beliau mengusulkan Grup D itu setelah melalui riset dan kajian mendalam. Termasuk mendatangi para narapidana teroris,” ujarnya.

Di mana, grup itu melengkapi tiga Grup yang ada sebelumnya, A (presiden), B (wakil presiden), dan C (tamu negara setingkat kepala negara). Grup D Paspampres bertugas melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya.

1
9
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini