BENCANA hidrometeorologi saat ini menjadi satu fenomena yang sering didengar oleh masyarakat Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun menjelaskan, bencana hidrometeorologi adalah fenomena bencana alam atau proses merusak yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi).
BMKG menyebut bencana hidrometeorologi dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan harta benda, hilangnya mata pencaharian dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan. Beberapa contoh bencana hidrometeorologi di antaranya curah hujan ekstrem, angin kencang, tanah longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, puting beliung.
Berdasarkan pandangan Iklim BMKG, sepanjang tahun 2023 ada potensi gangguan iklim dari Samudera Pasifik yaitu ENSO. Gangguan iklim itu diprakirakan berada pada fase Netral, tidak terjadi La Nina yang merupakan pemicu anomali iklim basah, maupun El Nino yang merupakan pemicu anomali iklim kering. Demikian juga dengan fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang merupakan gangguan iklim dari Samudra Hindia, diprediksi akan berada pada fase netral pada tahun 2023.
 BACA JUGA:15 Wilayah DKI Jakarta Berpotensi Bencana Tanah Bergerak, Ini Reaksi Pj Gubernur
Berdasarkan hasil monitoring dan prediksi BMKG, kondisi suhu muka laut di wilayah Indonesia pada September hingga November 2022 dalam kondisi hangat, kemudian diprediksi akan menurun menuju kondisi normal mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.
Â
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati pun mewanti-wanti semua pihak untuk bersiap menghadapi terjangan bencana hidrometeorologi akibat tingginya curah hujan tahunan 2023, yang diprakirakan melebihi rata-ratanya atau melebihi batas normalnya di sebagian wilayah Indonesia.
“Kementerian atau Lembaga, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait harus segera melakukan mitigasi dan langkah antisipatif terhadap potensi jumlah curah hujan tahunan 2023 yang diprediksi berpotensi melebihi rata-ratanya, yang dapat memicu bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Semua perlu dalam kondisi siaga dan waspada,” ungkap Dwikorita.
 BACA JUGA: Waspada! BPBD Keluarkan Peringatan Dini Bencana Tanah Bergerak di 15 Wilayah Jakarta
Selain itu juga, Pemerintah harus tetap waspada dan siaga terhadap peningkatan potensi kekeringan dan karhutla di beberapa wilayah rawan.
"Kewaspadaan dan kesiapsiagaan perlu ditingkatkan terhadap peningkatan potensi kekeringan dan karhutla di sebagian wilayah Indonesia,” tambahnya.
Â
Dalam hal tersebut, BMKG meminta kepada pemerintah pusat maupun daerah harus tetap terus meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air, pada wilayah urban atau yang rentan terhadap banjir, seperti penyiapan kapasitas yang memadai pada sistem drainase, sistem peresapan dan tampungan air, agar secara optimal dapat mencegah terjadinya banjir.
 BACA JUGA:Sulsel Kebajiran Selama 3 Minggu, BNPB: Bencana Hidrometeorologi Basah Masih Banyak
“Selain itu juga perlu dipastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan tinggi saat musim hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau,” tutupnya.
Follow Berita Okezone di Google News