Share

5 Kasus Pelanggaran Etik Pegawai KPK pada 2022, Terbanyak Perselingkuhan

Arie Dwi Satrio, Okezone · Senin 09 Januari 2023 18:52 WIB
https: img.okezone.com content 2023 01 09 337 2743038 5-kasus-pelanggaran-etik-pegawai-kpk-pada-2022-terbanyak-perselingkuhan-jT5ur37f0B.jpg KPI (Ilustrasi/Okezone)

JAKARTA - Dewan Pengawas (Dewas) total telah menyidangkan lima pelanggaran etik para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2022. Dari lima kasus pelanggaran etik yang telah disidangkan, terbanyak mengenai perselingkuhan antarpegawai KPK.

"Kalau kita lihat penyelenggaraan sidang etik untuk tahun ini ada lima berkas perkara, karena yang dua ini adalah laporan tahun lalu dan baru disidangkan di tahun 2022," kata anggota Dewas KPK, Albertina Ho, saat konferensi pers di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Senin (9/1/2023).

Albertina membeberkan, sidang etik pertama yang digelar Dewas pada 2022 yakni terkait pelanggaran profesionalisme sebagai pegawai KPK.

"Ini sehubungan yang bersangkutan ini sebagai atasan di dalam perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi," kata Albertina.

"Nah, ini sebagai atasan di situ dinyatakan bekerjanya tidak sesuai dengan SOP, dalam hal tentu saja melakukan pengawasan terhadap di bawahnya," ucapnya.

Masih berkaitan dengan pelanggaran etik tersebut, kata Albertina, ada dua orang yang telah diperiksa. Keduanya adalah atasannya dan satunya lagi adalah bendahara pengeluaran pembantu itu sendiri.

"Di mana yang bersangkutan itu bekerja tidak akuntabel dan tuntas yang mengakibatkan ada ketidakberesanlah dalam pertanggungjawaban pengeluaran uang APBN, dan itu sudah diselesaikan," ujarnya.

Lalu, kasus kedua yang carry over dari 2021 itu mengenai perselingkuhan. Dewas menerima laporan adanya perselingkuhan antarpegawai KPK. Dua orang yang berselingkuh tersebut kemudian diperiksa Dewas KPK. Hasilnya, kedua insan KPK tersebut terbukti bersalah karena telah berselingkuh.

"Mereka berdua ini dinyatakan melanggar ketentuan menyadari seluruhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," ucap Albertina.

"Untuk kasus kedua ini dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, kalau yang kasus pertama yang satu sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung," tuturnya.

Kemudian, kasus ketiga yang memang juga laporannya di tahun 2022. Kasus itu berkaitan dengan pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar (LPS). Saat itu, Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena menerima gratifikasi berupa tiket nonton ajang balap Moto GP di Sirkuit Mandalika, Lombok.

"Di dalam kasus ini, ibu LPS itu diduga melakukan pelanggaran berupa mengadakan hubungan dengan pihak berperkara dalam hal ini adalah pihak Pertamina atau menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," bebernya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dewas sempat menyidangkan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar tersebut. Namun, pada proses persidangan, Lili mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Karena sudah mengundurkan diri, kata Albertina, Dewas menghentikan proses persidangan.

"Oleh karena itu, yang bersangkutan karena sudah buka n sebagai insan komisi, kami tidak bisa melanjutkan lagi persidangan, dan perkara yang bersangkutan dinyatakan gugur," terangnya.

Kemudian, Dewas kembali menerima laporan perselingkuhan yang melibatkan oknum pegawai KPK. Oknum pegawai KPK tersebut terbukti berselingkuh dan telah diberikan sanksi. Adapun sanksinya, berupa permintaan maaf

"Diputus dikenakan sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, dalam hal ini yang bersangkutan itu melanggar ketentuan tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," katanya

Sementara kasus yang terakhir, kata Albertina, berkaitan dengan dua oknum KPK yang menggunakan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran keuangan. Ditegaskan Albertina, hal itu seharusnya tidak diperbolehkan.

"Seharusnya tanda tangan langsung. Dua orang ini yang satu adalah yang bersangkutan sebagai petugas yang membuat surat-surat laporan LPJ pertanggungjawaban itu kemudian atasan langsungnya yang berfungsi sebagai PPK. Berdua ini dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, itu sudah diselesaikan," tuturnya.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini