Share

Tolak Perppu Omnibus Law Ciptaker, Buruh Akan Lakukan Judicial Review dan Demo Besar

Carlos Roy Fajarta, · Senin 02 Januari 2023 01:45 WIB
https: img.okezone.com content 2023 01 02 337 2738325 tolak-perpu-omnibus-law-ciptaker-buruh-akan-lakukan-judicial-review-dan-demo-besar-lVv97tXzBd.jfif Ilustrasi/ Doc: Freepik

JAKARTA - Partai Buruh, KSPI, serta organisasi serikat buruh menolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru diterbitkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

“Setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perppu No 2 tahun 2022 yang beredar di media sosial, dan kami sudah menyandingkan dengan UU Cipta Kerja serta UU No 13 Tahun 2003, maka sikap kami menolak,” ujar Said Iqbal, Minggu (1/1/2023).

 BACA JUGA:Polisi Ringkus 2 Pelaku Pembunuhan Remaja di Pagedangan Tangerang

Langkah yang akan diambil kata Said Iqbal adalah mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review.

"Sementara langkah gerakan, akan ada aksi besar-besaran. Di samping itu, pihaknya juga akan melakukan lobi. Partai Buruh dan serikat buruh berharap bisa bertemu dengan Presiden Jokowi untuk memberikan masukan," kata Said Iqbal.

 BACA JUGA:Lalu Lintas Ruas Tol Jagorawi Kembali Lancar, Contraflow Dihentikan

“Tentang kapan waktu pekaksanaan aksi dan gugatan terhadap Perppu kami akan diskusikan terlebih dahulu dengan elemen yang ada Partai Buruh,” tambahnya.

Beberapa pasal yang ditolak oleh buruh, yang pertama adalah pasal tentang upah minimum. Di dalam Perppu, upah minimum kab/kota digunakan istilah dapat ditetapkan oleh Gubernur.

"Itu sama dengan UU Cipta Kerja. Bahasa hukum 'dapat', berarti bisa ada bisa tidak, tergantung Gubernur. Usulan buruh adalah, redaksinya adalah Gubernur menetapkan upah minimum kabupaten/kota," kata Said Iqbal.

Follow Berita Okezone di Google News

Hal lain, di dalam UU Cipta Kerja, upah minimum kenaikannya inflansi atau pertumbuhan ekonomi. Menggunakan bahasa 'atau', dipilih salah satunya.

Sedangkan di UU 13/2003 didasarkan pada survey kebutuhan hidup layak dan turunannya PP 78/2015 menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi. Menggunakan kata 'dan', jadi akumulasi dari keduanya.

"Sementara di dalam Perppu berdasarkan variabel inflasi, pertubuhan ekonomi, dan indeks tertentu. Ini yang ditolak buruh. Sebab dalam hukum ketenagakerjaan tidak pernah dikenal indeks tertentu dalam menentukan upah minimum," ucap Said Iqbal.

Partai Buruh kata Said menduga indeks tertentu seperti di dalam Permenaker 18/2022, menggunakan indeks 0,1 sampa 0,3. Pihaknya menginginkan tidak perlu indeks tertentu.

“Dalam pasal lain yang kami tolak di Perppu adalah adanya Pasal 88F yang berbunyi, dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2). Buruh berpendapat, ini seperti memberikan mandat kosong kepada pemerintah. Sehingga bisa seenaknya mengubah-ubah aturan,” ungkap Said Iqbal.

Said juga mengungkapkan permasalahan lain terkait dengan pengupahan, Perppu juga menegaskan hilangnya upah minimum sektoral.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini