JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merilis hasil laporan penelaahan pengajuan permohonan restitusi, atas kasus perkara 15 platform robot trading dan investasi ilegal.
LPSK telah menerima 4.550 pengajuan sejak bulan Maret-Desember 2022, yang merupakan korban Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, TPPU merupakan salah satu tindak pidana tertentu yang menjadi prioritas LPSK. Perkara tersebut, katanya, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga memerlukan pengembalian kerugian korban yang berasal dari aset-aset hasil kejahatan.
"Berdasarkan UU itu, korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi. LPSK memiliki kewenangan salah satunya, yaitu melakukan penilaian ganti rugi dalam pemberian restitusi (Pasal 12A Ayat (1) huruf i)," ujar Edwin di Gedung LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Jumat 23 Desember 2022.
BACA JUGA: Kerugian Kasus KSP Indosurya Diklaim Hanya Tembus Rp16 TriliunÂ
Menurut Edwin, dari total 4.550 pengajuan tersebut, hanya 4063 permohonan yang dikabulkan oleh LPSK. "Sisanya, sebanyak 487 permohonan tidak dapat dilakukan proses penghitungan karena tidak dapat memberikan data dukung atas kerugian, seperti pemohon dalam perkara Evotrade," ujarnya.
Menurut Edwin, setelah 4.063 permohonan yang dikabulkan pengajuan restitusinya tersebut, kemudian dihitung nilai total kerugiannya. Dari 15 platform investasi bodong, lanjut Edwin, hanya korban dari tujuh platform yang telah dihitung oleh lembaganya.
"Yang sudah dihitung oleh LPSK itu dari tujuh platform. Total yang sudah dihitung dari kerugian para korbannya, sebesar Rp1.963.967.880.292 (Satu triliun sembilan ratus enam puluh tiga milyar sembilan ratus enam puluh tujuh juta delapan ratus delapan puluh ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah)," tutur Edwin.
BACA JUGA:Jaksa Bongkar Siasat Bos Indosurya Gasak Duit Nasabah Rp106 TriliunÂ
Follow Berita Okezone di Google News