SEMARANG – Industri digital menjadi harapan besar Bangsa Indonesia untuk memperoleh predikat negara maju pada ulang tahun emas 2045. Digitalisasi memegang peranan penting dalam perekonomian, dan diproyeksi menjadi kekuatan utama ekonomi global di masa mendatang.
Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, menyebut, Indonesia terlalu lama berkutat di bidang industri garmen, sehingga berada di posisi negara dengan pendapatan kategori lower middle income. Padahal, sejumlah negara tetangga telah melesat ke industri elektronik.
“Barangkali yang membuat industrialisasi kita tidak secepat, atau tidak sesukses tetangga kita Malaysia, Thailand, maupun Korea dan China adalah karena kita stuck di garmen. Sedangkan negara lain melaju terus dengan industri elektronik,” kata Bambang dalam agenda Indonesia Development Forum (IDF), di Bali, Senin 21 November 2022.
“Anda mungkin bertanya, apa sih salahnya dengan industri garmen? Kenapa kok kayanya dia dinilai lebih rendah dibandingkan industri elektronik? Kalau masih ingat salah satu grafik yang disampaikan Prosesor Ricardo Husmann, yang paling atas paling kompleks itu adalah machinery, kemudian tipis di bawahnya itu adalah elektronik, garmen agak di tengah,” beber dia.
“Artinya apa? Kunci keberhasilan industrialisasi suatu negara adalah kalau negara itu berhasil membangun industri yang kompleks. Istilahnya, industri yang yang susah, bukan industri yang gampang,” tandas pria yang mengawali kariernya sebagai akademisi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (UI) itu.
Dia melanjutkan, terdapat empat sumber pertumbuhan Indonesia untuk masa depan. Di antaranya adalah manufaktur industri pengolahan, ekspor di bidang jasa, ekonomi digital, dan terakhir adalah green economy.
“Kita tahu bahwa Indonesia sebenarnya sudah sangat berhasil di tahun 1990-an melakukan transformasi ekonomi dari sektor yang basisnya adalah primer pertanian, pertambangan, beralih menjadi sektor yang sifatnya sekunder, pengolahan, terutama manufacturing ini dibuktikan tahun 1990-an di mana proporsi manufacturing terhadap PDB kita hampir menyentuh 30%,” jelasnya.
Menurutnya, pada waktu tersebut Indonesia sejengkal lagi menjadi negara industri. Namun semua harapan itu pupus, karena terjadi krisis ekonomi bersamaan dengan runtuhnya Orde Baru pada 1998.
“Tapi hari ini kita masih di middle income ya. Meskipun sudah naik sedikit dari lower middle ke upper middle, masih beda tipis antara lower dan upper-nya. Berarti poinnya, kalau ingin mencapai visi Indonesia 2045, kita butuh sekali lagi transformasi ekonomi, supaya hasilnya adalah kita naik kelas lagi,” terangnya.
“Harus ada extra effort, harus ada yang sesuatu yang baru, supaya kita akhirnya bisa naik kelas 2045 jadi negara berpendapatan tinggi atau yang biasa disebut sebagai negara maju,” tegasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
Untuk itu, sektor digital diharapkan mampu menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Bukan hanya Indonesia, negara-negara di dunia kini juga makin akrab dengan digitalisasi sejak pandemi Covid-19 melanda dunia pada 2019.
“Indonesia sudah jelas punya potensi ekonomi digital yang luar biasa. Pernah ada survei yang mencoba membandingkan ketika (pandemi) Covid, kota mana di dunia yang paling diminati? Nomor 1 Kota Porto di Portugal, nomor 2 Canggu di Bali. Jadi luar biasa Canggu ini,” ujarnya.
“Nah berarti kita harus kembali lagi kapitalisasi pada potensi tersebut. Ini termasuk ekspor jasa, juga mulai menumbuhkan bisnis digital yang ada di Indonesia. Kuncinya kalau kita mau jadi tempat digital, broadband connection ya harus the best, karena mereka sudah memilih untuk bekerja dari jauh dan salah satu pertimbangan mereka bekerja dari jauh bukan hanya masalah pemandangan bagus, makan enak, rumah nyaman, tapi yang paling penting adalah internet connection, karena itu yang membuat bisnis digital hidup,” ungkap dia.
Pria kelahiran 3 Oktober 1966 itu menambahkan, untuk mendukung ekonomi digital berkembang adalah tumbuhnya wirausahawan-wirausahawan baru yang muncul dengan startup. Padahal, selama ini paradigma di masyarakat UMKM kebanyakan bergerak di sektor tradisional.
“Indonesia ini sudah lama kesulitan mencari entrepreneurship. Salah satu kelemahan Indonesia, kita belum jadi negara maju seperti Korea, Jepang, atau masih kalah sama China, itu adalah lag of entrepreneurship, karena biasanya disebut sebagai UMKM itu kebanyakan bergerak di sektor tradisional, utamanya di perdagangan yang konvensional,” terangnya.
Games Edukasi
Menjalani bisnis digital sebelumnya dinilai tak mudah karena bukan hanya membutuhkan kemampuan teknologi informasi tetapi juga sarana pendukung memadai. Namun, kendala-kendala itu kini mulai teratasi dengan infrastruktur yang telah dibangun di beberapa daerah.
Kondisi itu dirasakan seorang pemuda bernama Andi Taru, pendiri Educa Studio dan GameLab, sebuah platform digital asal Salatiga Jawa Tengah. Bisnis digital yang semula hanya digawangi Andi Taru bersama istri Idawati sejak 2011, kini berkembang pesat dengan melibatkan 90 karyawan.
“Awalnya dulu hanya berbasis PC (personal computer), dengan media CD (compact disc). Tapi setelah 2013 itu seiring dengan masuknya Android dan koneksi internet yang lain baik, maka distribusi produk kami kami masif. Kita tinggal unggah ke Play Store,” kata dia.
Lulusan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga ini menyampaikan, bisnis digital yang ditekuni yakni dengan pembuatan games edukasi. Bukan hanya permainan online, namun juga diselipi dengan materi-materi edukasi.
“Awalnya dulu saya punya adik kecil yang masih usia sekolah Paud dan orang tua saya yang bekerja sebagai guru. Nah karena saya hobi bikin games, maka saya buat games yang tidak hanya permainan tapi juga sekaligus belajar,” ujar bapak satu anak ini.
“Ternyata adik saya itu bisa belajar dengan cepat. Misalnya mengenal warna dengan games itu dia mudah kenal warna, termasuk mengenal angka dan penjumlahan juga bisa. Dari situ terus berkembang, untuk membuat games bagi anak Paud hingga SD,” ucapnya.
Dengan bertambahnya jumlah karyawan, maka produk yang dihasilkan juga semakin banyak. Tidak hanya untuk anak Paud dan SD, namun juga diciptakan aplikasi untuk pelajar SMK dan mahasiswa. Pada tahap ini, pelajar dan mahasiswa bukan tak sekadar jadi konsumen tetapi juga diajak untuk terlibat dalam pembuatan aplikasi.
“Sekarang ada sekira 150 SMK yang bekerjasama dengan kita, termasuk delapan perguruan tinggi mulai dari Sabang sampai Merauke. Jadi kita bina mereka baik siswa maupun guru, kita latih berikan edukasi,” katanya.
“Kalau sampai sekarang pengguna aplikasi kami berdasarkan yang diunduh itu ada sekira 78 juta. Kebanyakan memang masih di Indonesia, kalau pengguna dari luar negeri sekira 10 persennya. Semua produk kami sudah dwibahasa, jadi Indonesia dan Inggris,” lugasnya.
Ekosistem Digital
Pakar ekonomi Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof Sucihatiningsih, menyebut anak muda berperan penting pada era transformasi digital. Meski prospek startup digital ke depan sangat bagus, namun selain SDM, juga diperlukan infrastruktur pendukung seperti jaringan internet dan peralatan pendukung lainnya.
“Dalam hal ini pemerintah perlu memberikan support terutama akses internet yang merata di segala daerah untuk mendorong tumbuh kembangnya startup digital yang digawangi oleh anak-anak muda,” ujarnya.
Dia mengatakan, transformasi digital di era globalisasi juga tak lepas dari banyaknya kompetitor mancanegara yang ada di Indonesia. Namun keberadaan kompetitor mancanegara justru dapat dimanfaatkan untuk memotivasi sekaligus mengadopsi teknologi yang mereka gunakan agar dapat diserap untuk mengembangkan startup.
“Agar startup digital yang dimiliki anak bangsa mampu tumbuh dan berkembang, maka kiat pertama yang harus dilakukan adalah memberikan pelatihan dan pendampingan agar mampu menangkap peluang pasar. Selain itu, juga perlu dukungan infrastruktur pendukung dari pemerintah. Untuk kiat selanjutnya adalah, perlu adanya pengembangan kreativitas dan inovasi dari anak-anak muda agar mampu mengembangkan startup digital yang sesuai dengan perkembangan dan permintaan pasar,: saran dia.
Prof Suci juga menuturkan, perlunya ekosistem sebagai wadah anak-anak muda dan startup, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital serta pembangunan nasional. Seperti di Hetero Space Semarang yang kini mewadahi sekira 10.000 anggota.
“Ekosistem yang dibangun Jateng tersebut tentu sangat efektif untuk mendukung perkembangan ekonomi digital. Karena wadah tersebut memberikan ruang dan peluang untuk saling bertukar pikiran bagi anak bangsa untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi digital guna mendukung pengembangan startup digital. Jadi wadah tersebut perlu dipertahankan dan dikembangkan agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi anak bangsa. SDM yang sudah bagus harus dapat dikembangkan dan ditularkan ke SDM yang baru berkembang,” tegas dia.
Bappenas menyebut pada akhir 2030, demand pasar ekonomi digital diproyeksikan mencapai Rp4.800-5.400 triliun. Jumlah tersebut akan terus meningkat hingga nilai aktivitas ekonomi digital mencapai Rp22.513 triliun pada 2045.
“Di era industri 4.0 dan era society 5.0 saat ini perkembangan ekonomi digital sangat pesat. Perkembangan tersebut tentu akan menjadi peluang pasar yang besar bagi anak bangsa. Namun demand pasar ekonomi digital yang berkembang harus mampu didominasi oleh startup anak bangsa. Jangan sampai peluang tersebut ditangkap oleh kompetitor oleh startup asing. Anak muda harus mempersiapkan diri dari sekarang agar mampu mengembangkan startup digital yang berkelanjutan,” tandas Prof Suci.
Rencana Induk
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan, pihaknya menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Digital Indonesia 2023-2045. Rencana induk ini diharapkan menjadi rujukan berbagai pemangku kepentingan untuk turut andil dalam pengembangan industri digital Indonesia yang mampu mendukung percepatan transformasi digital, dan mendukung transformasi ekonomi Indonesia dengan mengubah struktur perekonomian dari produktivitas rendah ke produktivitas tinggi.
Menurut dia, saat ini di Indonesia belum menunjukkan adanya kemampuan mandiri dari sisi penyediaan produk dan layanan digital untuk memenuhi permintaan pasar di dalam negeri yang semakin terdiversifikasi. Peningkatan kapasitas industri digital di dalam negeri membutuhkan dukungan ekosistem yang dapat menyediakan talenta terampil dan pendanaan memadai, serta sistem yang mengintegrasikan berbagai produk dan layanan digital secara lebih efisien.
“Dokumen Rencana Induk ini juga diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan kebijakan jangka menengah dan panjang yang berdaya saing dalam kerangka terwujudnya mimpi besar Indonesia menjadi negara maju pada 2045,” kata Suharso dalam sambutan di dokumen Rencana Induk Pengembangan Industri Digital Indonesia 2023-2045.
Digitalisasi menjadi tren global dalam satu dekade terakhir dan diproyeksikan menjadi kekuatan utama yang membentuk dunia di masa depan. Dampak dan manfaat digitalisasi ini telah mendorong serangkaian efisiensi, inovasi, bahkan disrupsi dunia usaha bahkan mampu mengubah perilaku dan pola interaksi masyarakat. Lebih jauh lagi, digitalisasi bahkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi berbagai negara di dunia, diantaranya Estonia, Singapura, Malaysia, dan China.
Indonesia menyadari pentingnya digitalisasi bagi sebuah negara sehingga menginisiasi pengarusutamaan transformasi digital serta pelaksanaan Proyek Prioritas Strategis (Major Project) “Infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Mendorong Transformasi Digital" dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Revolusi industri memang tidak akan berhenti pada 4.0, dia akan terus berlanjut sampai entah ke berapa. Pengembangan teknologi yang sekarang ke metaverse, kemudian IoT (internet of things), ada cloud computing (komputasi awan), AI (artificial intelligence), machine learning, big data, dan semuanya dengan seketika juga secara bersamaan menjadi bagian dari rantai pasok industri,” terang Suharso.
“Dan yang paling penting menurut saya kalau dalam hal soal industri ini, di mana intervensi yang pas oleh negara atau pemerintahan. Di mana itu intervensi yang menguntungkan buat kita, baik dalam hal misalnya penguasaan teknologi. atau pilihan-pilihannya seperti apa. Jadi kita tidak bisa membiarkan begitu saja,” pungkasnya.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.