JAKARTA - Anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan, pada November 2022 pihaknya telah bersurat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar diberikan ruang untuk berdialog membahas soal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hal tersebut dilakukan karena Dewan Pers menilai masih ada beberapa pasal krusial yang berpotensi memberangus pekerja jurnalistik.
"Akhir November lalu sebetulnya Dewan Pers bersurat kepada presiden untuk meminta supaya ada ruang dialog untuk membahas pasal krusial," kata Ninik dalam Webinar Mingguan Partai Perindo dengan tema 'KUHP Baru, Apa Dampak Positifnya Bagi Masyarakat', Jumat (9/12/2022).
"Ruang dialog itu seperti apa? Sebagaimana proses, tahapan yang dilakukan Dewan Pers, Dewan Pers juga menyampaikan kepada komisi III, melalui RJP kepada pemerintah," sambungnya.
Namun, kata Ninik, hingga saat ini atau setelah KUHP disahkan DPR pada 6 Desember 2022, belum ada feedback atas surat yang dikirim Dewan Pers.
"Tapi sampai hari ini belum ada direct feedback bukan berarti berkirim surat, tetapi kita mendialogkan dengan menyimulasi kasus-kasus yang selama ini banyak menjegat kawan jurnalis dengan KUHP yang lama, dengan UU ITE yang ada," katanya.
"Kita mencoba bergerak untuk mengurangi dan mencegah dengan membuat MoU dan sebagainya agar ada kesamaan pemahaman, itu yang belum terjadi, dan ini sudah disetujui DPR," tuturnya.
Ninik mengatakan, pihaknya masih punya kesempatan berdialog untuk membahas beberapa pasal krusial tersebut.
Sebagaimana diketahui, KUHP baru itu akan berlaku efektif tiga tahun setelah disahkan atau pada 6 Desember 2025.
"Oleh karena itu langkah berikutnya yang kita berharap bisa dilakukan adalah kita masih punya waktu karena memang ini tiga tahun, mari kita sama-sama memperhatikan beberapa pasal yang sangat krusial," ucapnya.
Adapun pasal yang dinilai akan mempengaruhi kebebasan pers ialah pasal 263 ayat 1 dan 2 tentang Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.
Follow Berita Okezone di Google News