Share

Soroti KUHP, Kasus Pelanggaran HAM Berat Bisa Dianggap Tak Pernah Ada

Irfan Maulana, MNC Portal · Rabu 07 Desember 2022 02:01 WIB
https: img.okezone.com content 2022 12 07 337 2722007 soroti-kuhp-kasus-pelanggaran-ham-berat-bisa-dianggap-tak-pernah-ada-GVILpfsuVk.jpg Ilustrasi (Foto : Okezone.com)

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti sejumlah pasal yang dianggap bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing mengatakan untuk pelanggaran HAM berat di dalam KUHP tersebut diadopsi dari UU 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.

Kata dia pelanggaran HAM berat dalam RKUHP memiliki prinsip dan asas tidak sama dengan tindak pidana biasa. Hal itu, disebut sebagai tidak pidana khusus, di samping itu pula terdapat pencucian uang, anti korupsi dan lain sebagainya.

"Kami melihat di sini sebetulnya tidak tepat pelanggaran berat ini normanya ditaruh ke bab tindak pidana khusus," ujarnya saat diskusi dengan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melalui daring, Selasa, (6/12/2022).

"Kenapa? Ada beberapa alasan yang sudah kami ungkapkan. Dalam pelanggaran HAM berat dikenal sebagai azaz retroaktif dan juga prinsip tidak mengenal kadaluarsa. Ini ada dalam UU 26 tahun 2000," tambah Uli.

Dia mengatakan, apabila tanpa asas retroaktif dan tidak mengenal kadaluarsa, maka 15 kasus pelanggaran HAM yang saat ini tengah diselidiki Komnas HAM bisa dianggap tidak ada. Padahal faktanya, Komnas HAM menemukan korban dalam kasus tersebut.

Apalabila tanpa azaz retroaktif dan tidak mengenal kadaluarsa, maka 15 pelanggaran HAM berat dikhawatirkan yang sudah dilakukan penyelidikan oleh komnas HAM dianggap tidak ada bahkan tidak pernah terjadi. Padahal kita masih menemukan korban-korban atau peristiwa tersebut.

"Nah di dalam RKUHP ini tidak ada asas retroaktif. Jadi harus singkron antara RKUHP yang sudah disahkan dengan pengadilan HAM. Itu yang pertama," jelas Uli.

Follow Berita Okezone di Google News

Lalu yang kedua, lanjut Uli dalam RKUHP versi 30 November 2022 terdapat dua pasal yakni Pasal 598 dan Pasal 599. "Itu ada 2 jenis genosida dan kejahatan kemanusiaan," katanya.

Dia mengatakan ada perbedaan tingkat hukuman antara RKUHP dengan pengadilan HAM. Untuk kejahatan genosida di pengadilan HAM mengatur ancaman pidana paling singkat 10 tahun dan paling lama 25 tahun.

Namun, di RKUHP hukumnya justru lebih singkat yakni terendah 5 tahun dan paling lama 25 tahun. Menurutnya, hal ini terdapat disparitas. "Karena menggunakan delvi sistem, mungkin itu jadi model penghukumannya. Ini ada disparitas juga untuk kejahatan kemanusian. Ada diparitas baik kejahatan kemanusiaan maunpun genosida. Itu menjadi konsern kami," jelasnya.

Dia melanjutkan, juga terkait dengan UU 39 tahun 1999 tentang HAM ada beberapa yang perlu disinkronkan antara RKUHP dengan KUHP.

"Di sisi lain kami juga mengapresiasi terhadap pemerintah dan DPR karena menghapuskan tindak pencemaran nama baik di pasal 440 RKUHP, kemudian juga penghukuman pejabat publik pasal 529. ini mandat konferensi anti penyiksaan," ungkapnya.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini