JAKARTA – Kota Pontianak berada di wilayah Kalimantan Barat. Julukan dari kota ini adalah “Kota Khatulistiwa” karena wilayahnya melintasi garis lintang nol derajat.
Kota ini pun juga dikenal dengan sebutan Pinyin oleh etnis Tionghoa di Pontianak. Asal usul namanya kerap kali dikaitkan dengan mitos kuntilanak yang beredar dan ada pula legenda-legenda lainnya.
Syarif Abdurrahman, seorang anak dari penyebar ajaran Islam dari Arab yang bernama Al Habib Husin. Dia mendirikan Kota Pontianak pada 23 Oktober 1771.
Pendiriannya ini ditandai dengan pembukaan hutan di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar.
Kemudian di tahun 1778, Syarif Abdurrahman ditetapkan menjadi Sultan Pontianak I. Letak pusat pemerintahannya berada di Mesjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Kadriyah. Sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur.
Mengutip dari buku “Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe” karya Zaenuddin (2014), Syarif Abdurrahman sering mendapat gangguan dari kuntilanak ketika sedang menyusuri Sungai Kapuas.
Karena gangguan itu, dia melepaskan tembakan meriam dengan terpaksa guna mengusir kuntilanak tersebut.
Baca juga:Â Wapres Berikan Program Beasiswa di Pontianak, 926 Anak Pekerja Dipastikan Tidak Putus Sekolah
Tembakan meriam itu jatuh di dekat persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang menjadi wilayah kesultanannya. Sekarang tempat itu dikenal dengan nama Kampung Beting.
Selain kisah itu, ada masyarakat yang mempercayai bahwa asal-usul nama Pontianak berasal dari legenda Ayunan Anak dan Pohon Punti.
Di dalam ceritanya, Kota Pontianak berasal dari ayunan anak yang berada di sekitar Masji Jami’. Ayunan ini biasa digunakan oleh anak-anak yang keluarganya bekerja.
Kemudian legenda lainnya, yaitu berasal dari kata pohon punti. Pohon punti atau pohon ponti artinya adalah pohon-pohon yang tinggi. Saat itu, Kalimantan banyak ditumbuhi pohon yang tinggi. Maka dari itu, lahirlah nama Pontianak.
Ada pula versi lain dari sejarah pendirian Kota Pontianak. Dalam buku “Borneos Wester Afdeling” karya seorang sejarawan Belanda, V.J. Verth ini isinya berbeda.
Follow Berita Okezone di Google News