TOKOH Gayatri yang menjadi perempuan di balik kejayaan Kerajaan Majapahit terlihat pada sebuah patung yang ikonik. Ternyata patung Gayatri berpose duduk itu merupakan penampilan fisiknya sebelum memutuskan menjadi biksu atau tokoh agama.Â
Keputusan pembuatan patung Gayatri tak bisa dilepaskan dari campur tangan Gajah Mada dan kedua putri Gayatri yang bersekongkol untuk membelokkan gagasan peringatan tanpa sepengetahuan Gayatri sendiri.Â
Ketiganya ingin menampilkan sosok berbeda dari Gayatri sebagai tokoh yang masih hidup dan berada di puncak kecantikannya sebagai seorang perempuan, sebelum akhirnya mencukur habis rambutnya dan menjadi bhiksuni.Â
Sebagaimana dikutip dari buku "Gayatri Rajapatni Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" dari Earl Drake, sang putri Gayatri ingin agar ibunya tetap hadir dalam ingatan anak cucunya kelak, mengingat Gayatri tak pernah berkuasa tetapi memiliki kepribadian dan andil penting dalam setiap keputusan Kerajaan Majapahit.Â
Pembuatan karya seni ini adalah cara penting untuk mengenang Gayatri, sekaligus mampu memancarkan keindahan raga dan jiwa Gayatri. Rencana pembuatan karya patung pun disusun oleh dua putrinya dan Gajah Mada.Â
 Baca juga: Lahirnya Aturan Hukum di Kerajaan Majapahit, Tercetus dari Diskusi Gajah Mada dan Gayatri
Mereka pun memerintahkan seniman terbaik di negeri Majapahit kala itu untuk memahat patung seukuran tubuh Gayatri dari batu besar, keras dan indah yang dapat ditemukan. Tingkat kekerasan batu akan memperlambat proses pemahatan, namun akan menghasilkan monumen abadi yang tak lekang oleh waktu.Â
Sang seniman pun akhirnya tergugah dengan konsep yang berani itu, yang sebelumnya tak pernah dicoba. Kendati pun sudah ada segelintir unsur potret diri yang menampilkan sosok para penguasa pada sejumlah patung dewa-dewi.Â
Sang seniman dengan semangat menerima tantangan tersebut. Dalam ancangan komposisi potret realis yang dibuatnya, Ibu Suri duduk bersila dan memancarkan penampilannya yang anggun laksana jelmaan seorang dewi. Salah satu atribut yang ditampilkan adalah pose tangan yang melambangkan roda hukum yang terus berputar.Â
Setangkai teratai melingkari lengan kirinya dan sepotong ayat tentang kebijaksanaan tertinggi terukir di atas bunga teratai itu. Tantangan utama Gayatri adalah membuat wajah dan kedua matanya berada dalam keadaan meditasi sublim, sementara bagi pengukir patung tantangannya adalah menuangkan suasana itu ke dalam batu pahat.Â
Tetapi di sisi lain Gajah Mada menyadari konsep inovatif dari patung itu akan ditentang oleh para pendeta Buddhis. Sebab para pendeta senantiasa menekankan agar pahatan pada sebuah monumen peringatan yang berbentuk dewa atau dewi dibuat formal dan tak menampilkan ciri manusia, karena cita-cita utama seorang pemeluk Buddhis adalah melenyapkan sifat dan nafsu keduniawian supaya bisa tercerahkan.Â
Follow Berita Okezone di Google News