PERNIKAHAN politik menyatukan dua kekuatan yang berkuasa telah ada sejak zaman era Kerajaan Mataram Kuno. Sosok Pramodawardhani perempuan dari Dinasti Sailendra dan Rakai Pikatan atau Mpu Manuku dari Dinasti Sanjaya, merupakan aktornya.
Kisah cinta kedua insan beda dinasti tapi memiliki cerita menarik yang diulas. Kisah cinta yang hadir tak hanya murni dilandasi faktor suka sama suka, melainkan juga mempertimbangkan tujuan politis, sehingga perkawinan sepasang manusia yang berpijak pada tujuan politis.
Dikutip dari buku "Perempuan - Perempuan Tangguh Penguasa Tanah Jawa" tulisan Krishna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, Pramodawardhani dsn Mpu Manuku adalah gambaran perkawinan politik yang merekayasa cinta sepasang manusia denah dua kepercayaan berbeda.
Pramodawardhani merupakan seseorang beragama Buddha, sedangkan Mpu Manuku atau Rakai Pikatan adalah seorang beragama Hindu Siwa. Sehingga kesan yang muncul perkawinan Pramodawardhani dan Mpu Manuku untuk menciptakan dua kekuatan besar dan sekaligus menciptakan kedamaian antar umat beragama.
Perkawinan antara kedua orang ini juga disinyalir kuat berlandaskan politik. Pasalnya, usia keduanya yang terpaut sangat jauh. Pendapat ini berpijak kepada Prasasti Munduan yang menyebutkan Mpu Manuku sudah menjabat sebagai Rakai Patapan pada tahun 807 Masehi. Sementara Pramodawardhani masih menjadi pada tahun 824. Dengan demikian usia Mpu Manuku sebaya dengan mertuanya yaitu Samaratungga.
Perkawinan antara Pramodawardhani dan Mpu Manuku menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Sailendra terhadap negeri Mataram Kuno, yang beribukota di Medang. Sebab sang raja memindahkan ibukota kerajaan ke Mamrati, serta bangkitnya Dinasti Sanjaya yang berpengaruh terhadap perkembangan agama Hindu di Jawa.
Follow Berita Okezone di Google News