JAKARTA - Persoalan pernikahan beda agama di Indonesia menuai sorotan belakangan ini. Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin pun buka suara.
Menurut Kamaruddin, pada dasarnya pengadilan tidak mengesahkan adanya pernikahan beda agama. Namun, pengadilan memerintahkan kepada dukcapil untuk mencatat pernikahan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.
BACA JUGA:Heboh Soal Tabloid Berbau Kampanye di Masjid, Kemenag Bakal Buat Tabloid TandinganÂ
Meski Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan beda agama dinyatakan tidak sah.
"Pengadilan Agama punya dasar merekomendasikan untuk bisa dicatatkan, jadi ketika sudah mendapat persetujuan orang yang nikah beda agama dicatatkan, boleh. Tapi tidak berarti Pengadilan Agama mengesahkan jadi undang-undang kita seperti itu," kata Kamaruddin di Jakarta, Rabu,(28/9/2022).
"Jadi ada dua undang-undang yang diperhatikan bersama, UU Perkawinan dan UU administrasi kependudukan," kata dia.
BACA JUGA:Tragis! Kepala Kantor Kemenag Grobogan Tewas Gantung DiriÂ
Kamaruddin menuturkan, bahwa UU Perkawinan di Indonesia kini tengah digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena penggugat merasa bahwa UU perkawinan tidak mengakomodir adanya pernikahan beda agama.
"UU perkawinan kita memang tidak mengakomoir nikah beda agama, fatwa MUI juga tidak mengakomodir nikah beda agama, di KUA khususnya hanya melayani orang Islam saja, jadi dalam kompilasi hukum Islam juga itu tidak mengakomodir ada yang nikah beda agama," tuturnya.
Follow Berita Okezone di Google News