KELAM, kata itu menggambarkan situasi pada 30 September 1965 hingga 1 Oktober 1965. Bangsa Indonesia mengalami salah satu kejadian paling tragis, sebanyak enam jenderal Angkatan Darat serta satu ajudan diculik dan dibunuh oleh kelompok Gerakan 30 September PKI.
Para Pahlawan Revolusi itu adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Mayjen D I Pandjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Pierre Tendean.
Namun ada satu jenderal yang selamat dari peristiwa subuh berdarah itu, namanya Abdul Haris Nasution atau dikenal dengan AH Nasution. AH Nasution selamat berkat peran dari sang istri Johanna Suniarti dan juga ajudannya, Pierre Tendean.
Dilansir beragam sumber, Jenderal Besar TNI Abdul Haris (AH) Nasution, lahir di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918. Johanna Suniarti, Istri Jenderal AH Nasution merupakan salah satu yang berperan dalam menyelamatkan suaminya dari penculikan kelompok Gerakan 30 September.
Eksekutor Gerakan 30 September dikenali Johanna sebagai pasukan Cakrabirawa berdasarkan seragam yang dipakai. Pasukan Cakrabirawa adalah pasukan khusus pengamanan presiden.
Baca juga:Â Kisah Ketegangan NU dengan Soekarno Usai G30S hingga Karnaval Banser Diserang Massa PKI
Ketika Cakrabirawa sampai di rumah Nasution di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Johanna menahan pintu kamarnya yang saat itu didatangi oleh Cakrabirawa dan menyuruh Nasution untuk pergi menyelamatkan diri.
Meski Cakrabirawa menyerang dengan tembakan, Johanna bertahan dengan menutup pintu dan menahannya, agar suaminya punya waktu untuk menyelamatkan diri. Hingga akhirnya Nasution berhasil lolos dengan melompati tembok rumahnya.
Selain itu, sosok lain yang berperan dalam selamatnya Nasution dari penculikan adalah ajudannya yang bernama Pierre Tendean. Dalam peristiwa itu, Pierre Tendean menghadapi Cakrabirawa dan mengaku sebagai AH Nasution. Akibatnya, Pierre gugur dan dibawa ke Lubang Buaya bersama dengan jenderal lainnya.
Follow Berita Okezone di Google News