PERNIKAHAN antara raja Majapahit Hayam Wuruk dengan putri Pasundan gagal akibat Gajah Mada. Konon raja Hayam Wuruk saat itu tengah berusia 23 tahun bermaksud hendak mengambil putri Sunda Dyah Pitaloka, sebagai permaisuri.
Patih Madu diutus menghadap raja Sunda untuk menyampaikan maksud tersebut. Dikisahkan pada buku "Menuju Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit" tulisan Slamet Muljana, raja Sunda datang ke Majapahit, tetapi tidak membawa putrinya.
Keinginan ini bertolak belakang dengan kemauan Majapahit yang menginginkan supaya putri Sunda ini dipersembahkan kepada sang prabu Hayam Wuruk.
Patih Gajah Mada pun tidak suka bahwa pernikahan antara Hayam Wuruk dan Putri Sunda itu dilangsungkan begitu saja, Gajah Mada menginginkan agar supaya putri dipersembahkan ke Raja Hayam Wuruk. Tetapi Maharaja Sunda tidak setuju dengan sikap yang disampaikan oleh Gajah Mada.
Dengan serta merta orang Sunda dikepung, maharaja Sunda bermaksud untuk menyerahkan raja putri, tetapi para menak menolaknya. Para menak atau petinggi Kerajaan Sunda ini menolak mentah-mentah atas permintaan Patih Gajah Mada.
Para menak ini menyatakan kesanggupannya dan bersedia mati jika memang terjadi peperangan di lapangan Bubat. Kesanggupan para menak atau petinggi kerajaan, memunculkan semangat juang yang tinggi. Para pemimpin Sunda pun naik darah marah, usai mendengar usul yang disampaikan Gajah Mada.
Tercatat Larang Agung, tuan Sohan, tuan Gempong, Panji Melong, orang Pangulu, orang Saya, Rangga Kaweni, orang Siring, Sutrajali, dan Jagatsaya, semua orang Sunda bersorak, menunggu persiapan perang. Pada pertempuran, Maharaja dan tuan Usus gugur pada pertempuran Bubat permulaan.
Follow Berita Okezone di Google News