JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmad Bagja menyebut lembaganya masih memiliki kekhawatiran terkait polarisasi atau keterbelahan masyarakat yang masih berpotensi terjadi pada penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak pada 2024.
Rahmad Bagja mengungkapkan, potensi terjadinya polarisasi masyarakat itu lantaran hari pemungutan suara antara Pemilu dan Pilkada yang terbilang cukup dekat. Diketahui, pemungutan suara pada kontestasi Pemilu akan digelar 14 Februari 2024, sementara Pilkada digelar 27 November 2024.
"Sehingga kemudian itu menjadi concern kami jika terjadi polarisasi di Pemilu tahun 2024, maka jarak dengan Pilkadanya begitu dekat," kata Bagja dalam audiensi bersama MNC Media di iNews Tower, Jakarta, Jumat (1/7/2022).
BACA JUGA:Maksimalkan Pengawasan Pemilu 2024, Bawaslu Siapkan Pelatihan InvestigasiÂ
Belum lagi, kata dia, jika kontestasi Pilpres-nya harus dilakukan putaran kedua. Di mana, putaran kedua sendiri akan dilakukan pada Juni 2024. Bagja berpendapat, bukan tidak mungkin jika seandainya terjadi polarisasi antar masyarakat di Pemilu 2024, maka suasana ini akan terbawa hingga kontestasi Pilkada pada November-nya.
"Kemudian, sekitar bulan Agustus itu penetapan calon Pilkada, ini sangat dekat. Jadi, agak troublenya di situ sebenarnya," ujarnya.
BACA JUGA:Hary Tanoe Siap Bantu Bawaslu Tangkal Hoaks soal Pemilu 2024Â
Oleh karena itu, tuturnya, analisa kemungkinan terburuk ini perlu diketahui oleh semua pihak, khususnya juga kalangan media. Bagja berharap, semua pihak bisa membantu agar suasana pesta demokrasi tetap sejuk.
"Maka, kita punya kewajiban untuk menenangkan masyarakat dan juga membuat cooling down masyarakat agar tidak terjadi bentrokan satu sama lain," pungkasnya.
(Ari)