MUHAMMAD Husni Thamrin atau MH Thamrin, merupakan seorang pejuang dan pahlawan Indonesia kelahiran Sawah Besar, Jakarta, 16 Februari 1894. Ayahnya yang bernama Thamrin Mohamad Thabrie adalah seorang wedana di Batavia pada 1908 dan ibunya, Nurhana, merupakan perempuan Betawi.
Sementara kakek Thamrin merupakan pemilik hotel di wilayah Petojo. Dalam bukunya bertajuk Muhammad Husni Thamrin sejarawan Anhar Gonggong mengungkapkan bahwa Thamrin adalah sosok pemimpin pergerakan nasional yang memiliki gaya unik dalam kedudukannya selama memperjuangkan kemerdekaan.
BACA JUGA:Usulkan Sultan Muhammad Salahuddin Jadi Pahlawan Nasional, Masyarakat Bima Minta Bantuan LaNyalla
Contohnya adalah dengan menempuh jalan koperasi sebagai langkah mencapai kemerdekaan. Berbeda dengan Soekarno yang terlihat berapi-api dalam berjuang. Selanjutnya, Thamrin juga mempunyai pendirian yang sangat paten, sehingga bisa dengan mudah bergaul dengan kamu nasionalis kiri.
Thamrin dikenal teramat menyanyangi dan menghormati ibunya. Ketika berpidato dalam sidang pengangkatannya sebagai anggota Gemeenteraad Batavia pada 27 Oktober 1919, ia menyampaikan bahwa sang ibu hanya ingin Thamrin menjadi anak yang pandai.
“Ibu saya (almarhumah) mengharapkan saya menjadi orang pandai, agar dapat memikirkan kehidupan bersama di sekeliling saja,” kata Thamrin dalam pidatonya. Keinginan ibunya itu tentu dianggap wajar. Sebab, semua orang tua pasti menginginkan agar anaknya bisa berguna bagi orang-orang di sekelilingnya.
BACA JUGA:Daftar Lengkap dan Lokasi 23 Nama Jalan Tokoh Betawi di Jakarta
Saat duduk di bangku sekolah dasar, Thamrin cenderung nakal, namun memiliki sifat membumi. Kedudukannya sebagai anak seorang wedana, tak membuatnya enggan untuk berteman dengan siapa saja. Bahkan, kawan-kawan Thamrin bukanlah mereka yang juga anak wedana atau kepala kampong, melainkan anak dari penjual nasi, tukang gerobak, dan penjual bunga untuk ziarah makam.