SEKITAR Abad ke-17, tanah Batavia semakin luas dikuasai Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hal ini sangat menyiksa masyarakat Batavia. Sebab, tanah-tanah di sekitaran Benteng Batavia yang dikhususkan untuk pejabat tinggi dan perwira VOC justru dijual ke saudagar China, yang kemudian dikenal sebagai tanah partikelir.
Penduduk yang mendiami tanah ini kemudian wajib membayar pajak kepada si pemilik tanah. Peraturan itu juga berlaku bagi petani yang menggarap lahannya di wilayah tersebut. Mereka wajib menyerahkan seperlima hasil panennya kepada si empunya tanah.
 BACA JUGA:Daftar Lengkap dan Lokasi 23 Nama Jalan Tokoh Betawi di Jakarta
Kondisi itu terus terjadi hingga tahun 1910-an, bahkan VOC telah bangkrut akibat korupsi. Condet, sebuah kawasan di timur Batavia, juga turut didominasi Belanda. Rakyat Betawi di wilayah tersebut ditekan dan wajib membayar pajak kepada tuan tanah. Jika mangkir, sudah pasti si penunggak akan didatangi mandor dan centengnya untuk diberi pelajaran.
Melihat banyaknya masyarakat Betawi yang mengalami penindasan, seorang jawara asal Condet bernama Entong Gendut pun bertindak. Dalam laman Ensiklopedia Jakarta disebutkan, bahwa Entong mengajak masyarakat Condet untuk berperang di Landhuis pada 5 April 1916 dalam usaha melawan kompeni.
 BACA JUGA:Resmikan 23 Nama Jalan dari Tokoh Betawi, Anies: Kita Kenang Semasa Hidupnya