SEBELUM memproklamasikan kemerdekaaan pada 17 Agustus 1945, Indonesia harus mengalami penjajahan selama ratusan tahun oleh negara-negara penjajah yang berasal dari Eropa. Penjajahan tersebut membawa akibat yang sangat merugikan.
Bukan hanya kekayaan alam yang tereksploitasi, rakyat pun diperas untuk melakukan kerja paksa demi kepentingan kaum penjajah. Berikut beberapa kerja paksa di zaman penjajahan.
Kerja Rodi
Kebijakan kerja rodi diterapkan pada masa penjajahan Belanda di Indonesia dan dicetuskan oleh Herman Willem Daendels. Daendels saat itu diangkat menjadi Jenderal oleh Louis Napoleon pada Januari 1808. Kehadiran Daendels adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Untuk melaksanakan tugasnya itu, ia membuat peraturan kerja rodi.
Dalam kerja rodi ini pemerintah kolonial menggunakan tenaga rakyat secara bebas, bahkan tak dibayar sama sekali. Dalam peraturan kerja rodi sejak 1808 hingga 1811 tersebut, Daendels kerap memerintahkan warga pribumi untuk menjadi tentara sekutu.
Selain itu, ia memaksa rakyat untuk membangun berbagai infrastruktur seperti pembangunan pabrik senjata di Surabaya dan Semarang, benteng-benteng pertahanan, pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon, serta pembuatan jalan raya sepanjang 1.100 kilometer yang terbentang dari Anyer sampai Panarukan. Dampak dari kerja rodi ini sungguh menyengsarakan rakyat karena memakan korban hingga mencapai 12.000 jiwa.
Romusha
Kebijakan romusha diberlakukan di masa penjajahan Jepang di Indonesia, mulai 1942 sampai 1945. Romusha atau sistem kerja paksa ini bertujuan memperbaiki perekonomian dan membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Ditambah lagi dalam perang tersebut keadaan Jepang sedang sangat terdesak, sehingga membutuhkan berbagai upaya untuk menyelamatkan kondisi negara.
Dalam kebijakan romusha, Jepang mengambil tenaga kerja pribumi yang awalnya dipekerjakan secara sukarela dan ditempatkan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Namun, kebijakan itu kemudian berkembang dengan diterapkannya sistem kerja paksa dan mengirim rakyat pribumi ke berbagai negara di Asia Tenggara.
Kebijakan itu juga mewajibkan setiap keluarga menyerahkan anak laki-lakinya untuk bekerja dengan Jepang. Tenaga kerja pribumi juga dibutuhkan untuk membangun sejumlah sarana dan prasarana seperti jalan raya, rel kereta api, dan kubu pertahanan. Selain menyengsarakan, kerja paksa ini juga menimbulkan kelaparan dan menyebabkan banyak rakyat yang meninggal karena kelelahan.