WALI SONGO konon memiliki perbedaan dalam hal metode penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Dua perbedaan yang mencolok terletak pada cara berinteraksi Islam dengan adat istiadat lama masyarakat yang mayoritas memeluk agama Hindu Buddha.
Hal ini yang kerap kali memunculkan perdebatan dan istilah Islam putihan dan Islam abangan. Cara penyebaran Islam itu diperdebatkan antara kubu Sunan Giri yang didukung oleh Sunan Ampel dan Sunan Drajad, dengan kubu Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Gunung Jati.
 BACA JUGA:Awal Mula Sunan Giri Menyebarkan Islam hingga Mendirikan Pesantren
Sunan Giri beserta Sunan Ampel dan Sunan Drajad memegang prinsip penyebaran agama Islam secara kaffah atau menyeluruh. Dalam artian kepercayaan Hindu Buddha atau animisme dinamisme harus dikikis habis dan dikubur, sebagaimana dikutip dari buku "Sunan Giri" dari Umar Hasyim. Rakyat harus dididik untuk mengamalkan ajaran agama Islam yang sejati.
Adat istiadat lama yang tidak sesuai dengan akidah islami tahayyul harus dikikis. Bila tidak, ajaran agama Islam dan kepercayaan kepada Allah akan ternodai, yang akhirnya sampai jatuh pada lembah kemusyrikan.
 BACA JUGA:Keistimewaan Sunan Giri Remaja ketika Belajar ke Sunan Ampel
Sunan Giri berpendapat pelaksanaan syariat agama Islam di dalam bidang ibadah dan tauhid harus mengikuti jalan yang lurus lempang menurut aslinya. Hal ini sebagaimana dijelaskan pada kitab Alquran dan sunah Rasullulah Muhammad SAW.