JAKARTA - Luas wilayah terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia menurun hingga 78 persen dari 2019 sampai 2021. Tren penurunan juga terjadi pada kasus kebakaran lahan gambut dari tahun 2016 sampai 2021 sebesar 92 persen.
Berdasarkan hasil rekapitulasi monitoring data Sipongi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), wilayah yang menurun itu meliputi enam provinsi masing-masing Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
Melihat adanya tren penurunan pada kasus karhutla dan kebakaran gambut tersebut, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, meminta pemerintah daerah agar tidak lengah dan tetap bersiaga mengantisipasi adanya potensi bencana yang masih mengintai.
Menurut Suharyanto, penurunan tren itu sekaligus menjadi tantangan bagi seluruh komponen, sebab mempertahankan agar tidak terjadi karhutla akan jauh lebih sulit daripada menanganinya.
"Penurunan ini justru menjadi tantangan kita semua. Bagaimana agar karhutla ini tidak terjadi di kemudian hari," ujar Suharyanto saat memimpin Rapat Koordinasi Dalam Rangka Antisipasi Penanganan Bencana Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2022 di Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Suharyanto mengingatkan, kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana karhutla benar-benar disikapi dengan baik. Apabila ditemukan titik api, harus segera dipadamkan sejak dini. Sebab, apabila api semakin membesar, maka akan lebih sulit lagi untuk dikendalikan.
"Jangan sampai api membesar dan jangan sampai penanganan ini terlambat. Kalau api sudah besar nanti tambah sulit," tutur Suharyanto.
Sebagaimana diketahui, lahan gambut kering sangat rentan terbakar, terlebih pada periode musim kemarau. Apabila terbakar, api dapat menyebar hingga lapisan gambut pada kedalaman 4 meter.
Meskipun permukaan gambut telah padam, bukan berarti api di lapisan dalam juga turut padam. Api dari gambut itu dapat bertahan selama berbulan-bulan dan menjalar ke tempat lain.
Dampak dari kebakaran lahan gambut dapat meningkatkan emisi karbondiokside (CO2) yang berpengaruh terhadap sistem pernafasan, sistem sirkulasi darah dan sistem saraf yang berujung pada kematian.
Baca Juga: Dukung Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Morowali Hibahkan Tanah ke KKP