JAKARTA - Nama mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto belakangan ini menjadi perbincangan publik. Dia dipecat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akibat metode 'cuci otak' yang digunakannya.
(Baca juga: 6 Fakta Terawan Agus Putranto Eks Menkes yang Dipecat, Pensiunan Jenderal yang Miliki Kekayaan Nyaris Rp100 Miliar)
Guru Besar Hukum Pidana dan Pengajar PPS UI Bid Studi Ilmu Hukum, Indriyanto Seno Adji mengatakan, pemecatan Terawan sudah menjadi ranah publik dan menjadi perhatian masyarakat, tidak saja bagi masyarakat yang menjadi presentasi komunitas medikal, tapi juga masyarakat lokal non medikal dan komunitas praktisi.
“Salah satu alasan utama dan polemik pemecatan Terawan ini terkait dengan tindakannya dengan implementasi metode Digital Subtraction Angiography (DSA) yang digagas oleh Terawan,” ujarnya, Rabu (30/3/2022).
(Baca juga: Dipecat karena Vaksin Nusantara, Terawan: Semua Pihak Tetap Menahan Diri!)
Dia memahami etik profesi itu tidak bisa artikan sempit. Norma etik dan hukum memiliki makna yang tidak saja ekstensif, bahkan ekssesif. Etik sebagai nilai dasar berisi prinsip-prinsip moral dalam hati sanubari insan individu maupun individu sebagai bagian organisasi yang sepatutnya diaplikasikan secara konsisten.
“Norma etik yang dimaknai secara sempit, akan menimbulkan dampak yang eksessif dan subyektif,” ujarnya.
Kata Seno, norma-norma etik tidak bisa dimaknai secara sempit, karena seringkali juga norma etik dimaknai sebagai norma hukum, sehingga implementasi makna norma etik harus dilakukan secara prudent atau bijaksana dan hati-hati. Tidak bisa dimaknai secara sempit sesuai normatif regulitas dengan alasan kepastian hukum dan etik.
“Sistim hukum dan etik, tidak saja mengakui kepastian hukum - etik, tapi juga menegakkan prinsip dan asas keadilan pula asas kemanfaatan,”ujarnya.
Dia melanjutkan, norma etik dan hukum harus memiliki tujuan obyektif yaitu selain kepentingan penegakan perlindungan individu, juga menghargai penegakan protection of public interest.
“Apabila terjadi pelanggaran etik terhadap aturan internal, seperti halnya MKEK, sanksi tertingginya berupa “pengucilan” anggota profesi dari komunitasnya. Sanksi administratif tertinggi pemecatan sebagai anggota profesi dari komunitasnya,”ulasnya.
Follow Berita Okezone di Google News