JAKARTA - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu menegaskan, pembayaran ganti rugi atau restitusi korban pemerkosaan Herry Wirawan harusnya dibebankan kepada yang bersangkutan, bukan negara.
Namun, dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada 15 Februari 2022, selain memberikan vonis hukuman penjara seumur hidup terhadap pelaku predator seksual Herry Wirawan.
Selain itu, ada putusan restitusi terhadap 13 korban santriwati dibayarkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) majelis hakim.
Edwin menyebutkan putusan restitusi ini menjadi polemik dan mencederai rasa keadilan di tengah masyarakat. Pasalnya, seharusnya Majelis Hakim menagih restitusi kepada Herry Wirawan, bukan mengalihkannya ke pemerintah.
"Kita sudah mengikuti kasus pemerkosaan kepada para korban santriwati yang masih berusia anak-anak saat kejadian sejak tujuh bulan lalu. Kita melakukan pendampingan dari proses penyelidikan hingga persidangan," ucap Edwin Partogi.
Edwin mengatakan, LPSK sudah memberikan tuntutan restitusi dengan komponen kerugian seperti kehilangan kekayaan, medis, kerusakan organ intim karena persetubuhan paksa, iming-iming pelaku terhadap untuk disekolahkan.
"Terhadap putusan ini LPSK berpandangan ini belum inkrah. Jaksa masih bisa melakukan banding. Putusan hakim untuk membebankan restitusi kepada Kementerian PPPA kurang tepat. Restitusi itu diberikan kepada korban oleh pelaku atau pihak ketiga. Argumennya PP Nomor 43 Tahun 2017 tidak dikenal pihak ketiga," ucap Edwin Partogi.
Ia menegaskan, negara bukan pihak ketiga karena tidak ada hubungannya dengan tindakan pelaku. Karena negara tidak ada hubungan dengan perbuatan pidana pelaku. Pihak ketiga harus pihak jelas hubungan hukumnya dengan pelaku.
Follow Berita Okezone di Google News