SEJARAH Kerajaan Majapahit sangat kompleks, mulai dari pendiriannya yang ada berbagai versi hingga teori keruntuhannya yang sampai sekarang masih diperdebatkan.
Selain itu, raja-raja dari Kerajaan Majapahit juga gemar berpoligami. Salah satunya ialah Bhre Kertabhumi atau biasa disebut Prabu Brawijaya V.
Bhre Kertabhumi banyak mempunyai istri permaisuri maupun selir-selir. Dua yang paling populer yaitu Tan Eng Kian (Dewi Kian) dan Dwarawati.
Prabu Brawijaya V mampu menikahi Dewi Kian karena di awal abad ke-15, Kerajaan Majapahit dan Dinasti Ming China memiliki hubungan yang baik.
Melansir dari buku ‘Brawijaya Moksa Detik-Detik Akhir Perjalanan Hidup Prabu Majapahit’ tulisan Wawan Susetya, Dewi Kian saat itu terusir dari istana Majapahit dan berdiam di kutharaja Palembang bersama Arya Damar. Tidak sampai sebulan, ia sudah tertarik dengan ajaran agama Islam.
Apalagi, ia mendengarkan penjelasan langsung dari orang-orang yang dianggap mumpuni dalam keagamaan, terutama Raden Arya Damar sendiri. Contoh sederhananya yaitu dalam menunaikan ibadah shalat lima waktu.
Walaupun tengah hamil besar, namun hal itu tak sampai menghalangi semangat Dewi Kian untuk mendapatkan penjelasan mengenai esensi agama Islam.
Meski secara informal dalam usaha menimba dan menggali ajaran Islam, tetapi Dewi Kian dapat memperoleh hasil yang gilang-gemilang. Hatinya pun menjadi puas. Lega rasanya mendapatkan informasi yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya mengenai agama Islam.
Baca juga: 3 Perang Legendaris di Zaman Kerajaan
Suatu hari Dewi Kian bertanya kepada Arya Damar mengenai Nabi dan Rasul.
"Apa itu Nabi dan Rasul?" tanya Dewi Kian.
"Kalau Nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah, tetapi untuk dirinya sendiri. Sementara Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah, selain untuk dirinya sendiri juga diperuntukkan umat manusia,” jelas Arya Damar.
Dewi Kian pun mengangguk sembari memikirkan pertanyaan selanjutnya.
Tapi sepertinya Arya Damar tahu apa yang sedang dipikirkan Dewi Kian seraya menerangkan tentang Siddharta Gautama (Budha) dan Nabi Muhammad SAW.
Baca Juga: KKP Pastikan Proses Hukum Pelaku Perdagangan Sirip Hiu Ilegal di Sulawesi Tenggara