JAKARTA – Gelombang protes terus bermunculan dari masyarakat Dayak setelah adanya pernyataan yang menyakitkan dari Edy Mulyadi yang menyebut lokasi Ibu Kota Negara yang baru diberi nama Nusantara itu sebagai tempat jin buang anak.
Salah satu kelompok yang melakukan protes adalah Dayak Lundayeh. Etnis ini bahkan melakukan ritual pemotongan babi dan ayam pada 25 Januari 2022 lalu. Tradisi itu dilakukan bersamaan dengan aksi damai yang digelar di Samarinda.
Ritual pemotongan babi dan ayam itu sebagai simbol bahwa masyarakat Dayak, baik yang Muslim maupun non-Muslim, merasa tersinggung dengan ucapan Edy. Lantas, bagaimana sejarah Suku Dayak Lunyadeh?
Melansir laman Pustaka Borneo, Suku Dayak Lundayeh merupakan penduduk asli dataran tinggi Krayan, tepatnya di wilayah Pegunungan Apo Duat. Jumlah penduduk suku ini diperkirakan mencapai 24 ribu jiwa. Nenek moyang masyarakat Dayak Lundayeh berasal dari daratan Tiongkok yang hijrah ke Borneo. Adapun peninggalan yang ada dari leluhur Dayak Lundayeh berupa guci, tempayan, patung porselen, dan pedang sejenis samurai.
Baca juga:Â Misteri Panglima Burung dan Panglima Kumbang Penjaga Tanah Borneo
Menurut jurnal Sosiatri-Sosiologi dari Universitas Mulawarman bertajuk “Upaya Pelestarian Ritual Nuy Ulung Suku Dayak Lundayeh di Desa Long Bisai Kecamatan Mentarang Kabupaten Malinau”, salah satu ritual yang dilakukan masyarakat Suku Lundayeh adalah Nuy Ulung. Dalam ritual ini, masyarakat mendirikan sebuah tugu atau tiang sebagai simbol kemenangan usai perang. Di atas tiang tersebut, ada penggalan kepala lawan yang dipasang.
Baca juga:Â 6 Ragam Suku dalam Masyarakat Dayak, Nomor 4 Hidup Dekat Sungai