JAKARTA - Perayaan besar-besaran memperingati wafatnya istri cantik Raden Wijaya bernama Gayatri yang bergelar Rajapatni dilakukan oleh Kerajaan Majapahit. Perayaan ini diadakan saat masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk atas perintah ibunya Tribhuwana Tunggadewi, pada tahun Saka 1284.
Saat itu Mahapatih Gajah Mada memerintahkan para menteri dan punggawa, supaya turut menyumbang untuk pelaksanaan pesta srada yang diadakan di bulan Badra tahun Saka 1284. Prof. Slamet Muljana menuliskan dalam bukunya berjudul "Menuju Puncak Kemegahan : Sejarah Kerajaan Majapahit", seruan Gajah Mada itu disambut antusias oleh menteri dan pejabat Majapahit lainnya.
Seluruh pelukis dikerahkan untuk menghias tahta kerajaan, tempat baginda raja duduk di setinggil. Pada pandai sibuk mengetam baju makanan, bokor - bokoran, dan arca. Balai Witana di manguntur, dihias dengan sangat indah, bagian barat terhias dengan janur merumbai, itulah tempat duduk para raja.
Bagian utara dan timur adalah tempat duduk para menteri, istrinya, pujangga, dan pendeta. Sedangkan bagian selatan adalah tempat duduk para abdi dalem keraton. Baginda raja Hayam Wuruk sendiri duduk di balai witana di tengah manguntur.
Baca juga:Â Kisah Perempuan Perkasa di Majapahit: Gayatri, Tribhuwana dan Suhita
Upacara pun dimulai di hari pertama dengan pemujaan Buddha. Upacara itu dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu eh empu dari Paruh. Semua pendeta berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Buddha oleh baginda. Mudra, mantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
Kemudian menyusul doa memanggil jiwa Gayatri dari Budaloka, yang ditampung dalam arca bunga. Pada malam berikutnya, dilakukan pemujaan kepada arca bunga yang telah berisi jiwa Rajapatni. Pemujaan itu dipimpin oleh seseorang pendeta, dengan samadi dan puji - pujian.
Baca juga:Â Kisah Hayam Wuruk, Sakit hingga Meninggal Dunia Usai Ditinggal Dyah Pitaloka
Paginya, arca bunga dibawa keluar, arca itu didudukkan di atas singgasana setinggi orang berdiri. Pemujaan pun dimulai oleh semua pendeta Buddha, tua muda, berduyun-duyun, sambil mengucapkan puji - pujian mendekati singgasana. Di belakangnya menyusul para raja dan permaisuri, serta putra dan putrinya.