JAKARTA - Operator satelit asal Inggris, Avanti memenangkan putusan di London Court International of Arbitrase yang mengakibatkan negara harus membayar sejumlah uang yang cukup besar.
(Baca juga: Mahfud MD Lantik Mayjen Mulyo Aji Jadi Sesmenko Polhukam)
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, gugatan itu sebelumnya diajukan kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk membayar sewa satelit L-band Artemis yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
Sedangkan putusan itu telah ketok palu pada 9 Juli 2019 dengan jumlah yang harus dikeluarkan pemerintah sejumlah Rp515 Miliar.
(Baca juga: Viral! Video Perwira Masuk Penjara Militer, Prajurit: Pangkatnya Digondol Kucing!)
"Pada 9 Juli 2019, pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit. Ditambah dengan biaya Arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp515 Miliar," ujar Mahfud saat konferensi pers, Kamis (13/1/2022).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini membeberkan, masalah tersebut bermula ketika Kemhan menandatangani sebuah kontrak dengan Avanti untuk pembuatan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) 2015-2016. Namun, tindakan itu justru di luar pengetahuan pemerintah lantaran anggaran belum tersedia.
Selain dengan Avanti, kata Mahfud, Kemhan juga menandatangi kontrak dengan lima perusahaan lain. Antara lain, Navayo, Detente, Airbus, Hogan Lovel, dan Telesat.
="Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan. Dengan nilai yang sangat besar, padahal anggarannya belum ada. Nah berdasar kontrak yang tanpa anggaran negara jelas melanggar prosedur," terangnya.
Dia melanjutkan, pemerintah juga baru saja menerima putusan dari Arbitrase Singapura terkait gugatan Navayo. Putusan itu menyatakan bahwa pemerintah diharuskan membayar 20,9 juta Dolar Amerika.