SERANGAN ketiga Kesultanan Banten ke Kerajaan Pajajaran membuat riwayatnya tamat. Di akhir masa Kerajaan Pajajaran ini ditandai dengan pemindahan batu yang merupakan simbol dari kerajaan saat bertahta, sekaligus tamatnya riwayat Pajajaran. Pemindahan batu ini dilakukan oleh Maulana Yusuf penguasa Banten, yang melakukan ekspansi ke ibu kota Pakuan, Pajajaran.
Kisah pemindahan batu ini tercantum pada buku "Hitam Putih Pajajaran : Dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran" tulisan Fery Taufiq El Jaquenne. Dimana dikisahkan batu yang dipindahkan oleh Maulana Yusuf bernama Palangka Sriman Sriwacana.
Baca juga:Â Â Runtuhnya Kerajaan Pajajaran Usai Prabu Siliwangi Turun Jabatan
Istilah batu Palangka sendiri secara umum memiliki arti tempat duduk, yang dalam bahasa Sunda berarti pangcalikan, yang secara kontekstual bagi Kerajaan Pajajaran, adalah tahta. Padahal ini tahta tersebut melambangkan tempat duduk khusus, yang diperkenankan pada upacara penobatan seorang raja.
Di atas Palangka itulah, calon raja diberkati dengan berbagai prosesi upacara oleh pendeta tertinggi. Tempat Palangka berada di kabuyutan kerajaan, bukan di dalam istana. Sesuai dengan budaya Pajajaran, tahta tersebut dibuat dari batu dan diasah hingga halus mengkilap.
Baca juga:Â Â Pengkhianatan Komandan Pengawal Istana Berujung Banten Taklukkan Kerajaan Pajajaran
Kemudian diberi bahan tertentu yang fungsinya menjadikan batu tersebut serasa memiliki kesakralan tersendiri. Dari penduduk asli Sunda, menyebut batu Ini sebagai batu pangcalikan atau batu ranjang. Batu Pangcalikan sekarang bisa ditemukan di makam kuno dekat Situ Sangiang di Desa Cibalanarik, Kecamatan Sukaraja, Tasikmalaya dan di Karang Kamulyan, bekas pusat Kerajaan Galuh di Ciamis.