JAKARTA - Keberadaan tuyul di masyarakat diceritakan oleh Notoyudo, seorang paranormal yang merupakan purnawirawan TNI AD.
Dia mengungkapkan pernah menjumpai tuyul berkepala gundul sedang duduk-duduk di tepi jalan. Tuyul itu lalu lenyap setelah dihampiri ibunya yang berbaju lusuh dengan rambut terurai.
Dirinya meyakini tuyul merupakan janin bayi dalam kasus keguguran. Maka ia menyarankan para ibu merawat janinnya agar tidak “lahir” tuyul baru.
Hal tersebut seperti disampaikan oleh jurnalis Umar Nur Zain. Dalam tulisannya, Umar menceritakan bagaimana sebuah seminar bertajuk “Tuyul dan Alam Halus” berlangsung di Balai Wartawan Semarang, 24-25 Oktober 1985.
Dikutip Solopos.com dari buku Rekaman Peristiwa ’85 yang diterbitkan Sinar Harapan (1986), dikisahkan gedung yang hanya berkapasitas 250 orang itu penuh sesak oleh hadirin. Mereka yang tak kebagian tempat duduk memilih berdiri berdesakan atau ngelesot di lantai.
Seminar tuyul itu menghadirkan empat pembicara yakni Jacobus Mulyadi dari Museum Sonobudoyo Jogja dan mantan sejarawan UI Ong Hok Ham. Selain itu, masih ada dua paranormal yang juga hadir yakni purnawirawan TNI-AD Kol. Notoyudo dan paranormal Rauf Wiranatakusumah.
Cerita tuyul itu diperkuat oleh paparan paranormal, Rauf Wiranatakusumah. Menurut dia, makhluk gaib termasuk tuyul memiliki partikel yang suatu saat akan ada alat yang bisa melihatnya.
Perwujudan partikel ini bisa berupa asap, angin, api, binatang, hingga menyerupai manusia setinggi empat meter.
Tak hanya itu, lanjut Rauf, makhluk gaib atau jin juga memiliki kehidupan seperti layaknya manusia. Mereka berkembang biak, bisa sakit, dan bisa mati. Tuyul sendiri sebangsa jin tapi bukan anak jin.
Yang tak kalah menarik dari paparan Rauf adalah tuyul ternyata bisa disuap. Pekerjaan sampingan tuyul seperti mencuri uang, mengganggu mesin, hingga memasuki lubang jarum merupakan akibat dari oknum tuyul yang mau disuap manusia.
Upah tuyul pun terbilang mudah hanya segenggam nasi dan uang logam yang dilempar ke tempat gelap. “Sama seperti manusia, ada oknum-oknum tuyul yang suka menyeleweng,” ujar Rauf.
Jacobus, dalam laporan Umar, memang tidak tahu dan tidak bisa membuktikan tuyul itu ada. Ia hanya menunjukkan eksistensi tuyul melalui sejumlah buku yang beredar di masyarakat.
Cerita dalam buku itu diambil dari pengalaman masyarakat soal tuyul yang ditulis di media. “Karena itu ia tak berani membawakan makalahnya secara ilmiah, dan mengganti topiknya menjadi ‘Tuyul dalam Omongan Masyarakat’,” tulis Umar.
Pembuktian tuyul pun tidak bisa dinyatakan oleh akademisi, Ong Hok Ham. Ia cenderung menyoroti tuyul sebagai gejala kecemburuan sosial antara si kaya dan si miskin.
Kisah transendental serupa juga ditemui dalam keyakinan bahwa sosok pemimpin kharismatik biasanya memiliki hubungan dengan Nyai Roro Kidul, ratu pantai selatan.