JAKARTA - Pakar hukum pidana, Nur Basuki Minarno, menilai tuntutan pidana hukuman mati terhadap Presiden PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dalam kasus dugaan korupsi Asabri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak tepat.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga, ada dua alasan tuntutan JPU tersebut tidak tepat. Salah satunya Pasal 2 ayat (2) UU Korupsi (UU Tipikor) tidak dimasukkan dalam dakwaan Heru Hidayat oleh JPU.
“Yang pertama alasananya karena Pasal 2 ayat (2) UU Korupsi (UU Tipikor) tidak masuk di dalam surat dakwaan (dari JPU),” ujar Nur kepada wartawan, Rabu (8/12/2021).
Nur mengatakan, JPU hanya mencantumkan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dalam surat dakwaannya. Dalam pasal tersebut, kata Nur, tidak ada ancaman pidana hukuman mati terhadap terdakwa.
“Apakah Pasal 2 ayat (2) itu harus dicantum di dalam surat dakwaan? Menurut pendapat saya, Pasal 2 ayat (2) harus dicatumkan dalam surat dakwaan, baru bisa jaksa itu menuntut pidana mati. Karena di dalam Pasal 2 ayat (2), nanti JPU itu harus membuktikan bahwa korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, keadaan tertentu itu adalah keadaan di mana terjadi bencana alam, di mana terjadi krisis ekonomi atau melakukan pengulangan tindak pidana,” tuturnya.
Alasan kedua, ia melanjutkan, tindak pidana yang dilakukan oleh Heru Hidayat dalam kasus Asabri tidak masuk kategori pengulangan tindak pidana. Pasalnya, tindak pidana yang dilakukan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya hampir bersamaan dengan tindak pidana dalam kasus Asabri.
Menurut Nur, yang berbeda dari keduanya hanya waktu penuntutan. Kasus Jiwasraya lebih dahulu diproses dari kasus Asabri.
Baca Juga : Dituntut Hukuman Mati, Begini Respons Terdakwa Kasus Korupsi PT Asabri
“Apakah bisa dikatakan perbuatan terdakwa Heru Hidayat pada kasus Asabri, itu merupakan pengulangan dari tindak pidana yang telah dilakukan Heru Hidayat pada kasus Jiwasraya? Jadi. Kalau saya perhatikan, tempusnya hampir bersamaan. Artinya waktu kejadian perkara itu terjadi bersamaan. Hanya saja proses penuntutannya berbeda. Jadi, ini bukan merupakan pengulangan tindak pidana,” ucapnya.