JAKARTA - Rotasi perwira tinggi di tubuh TNI AD kembali terjadi. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menunjuk Mayjen TNI Teguh Muji Angkasa sebagai Danjen Kopassus menggantikan Mayjen Mohammad Hasan yang dipromosikan menjadi Pangdam Iskandar Muda.
(Baca juga: Profil Teguh Muji Angkasa, Jenderal Kopassus Penggemar Motor Trail)
Prajurit Baret Merah Kopassus diketahui sebagai pasukan yang bergerak cepat di setiap medan, menembak dengan tepat, pengintaian, dan antiteror. Salah satu operasi yang digelar Kopassus adalah Operasi Simpang Angin di Poso.
“Prajurit gabungan TNI yang dimotori Kopassus berhasil menghabisi Barok alias Rangga, pimpinan kelompok teroris pengganti Santoso, pimpinan teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berafiliasi ke ISIS, pada 15 Mei 2017,” tulis buku Kopassus untuk Indonesia jilid II, Senin (22/11/2021).
(Baca juga: Tanpa Senjata, Seorang Kopassus Hadapi 14 Ribu KKB di Rimba Papua)
Operasi ini dirancang para perwira Komando di antaranya Kolonel Inf Saleh Mustafa, yang pada waktu itu menjabat sebagai Danrem 132 Tadulako. Saat ini, Saleh Mustafa menjabat sebagai Kepala Staf Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta.
Perwira lainnya yang ikut dalam operasi ini adalah Kolonel Inf I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, Mayor Inf Romel Jangga Wardhana, serta beberapa perwira intelijen, dan prajurit gabungan Kopassus dan Raider. Mereka berhasil melumpuhkan buronan yang bertahun-tahun dicari aparat yakni Barok alias Rangga.
Barok dikenal sebagai "jagal" Poso karena dia adalah teroris yang berulangkali memenggal para petani di sekitar Poso. Saat memenggal korban, Barok merekam tindakan biadab tersebut yang kemudian disebarkan ke media sosial untuk meneror warga dan juga mencari dukungan dari simpatisan atau sel tidur kelompok teroris MIT.
Kelompok teroris tersebut membawa senapan, senjata api rakitan, dan berbagai jenis senjata tajam. Mereka berkeliling wilayah Poso dan rutin turun ke desa-desa untuk membeli atau pun mengambil logistik di pemukiman warga setiap Jumat atau Minggu.
Warga Poso dibunuh dengan kejam oleh kelompok tersebut lebih dari 10 tahun. Warga yang umumnya tinggal dan bekerja di kebun-kebun terpencil ketakutan untuk bekerja sama atau membantu aparat karena takut akan pembalasan dari jejaring kelompok teroris.