JAKARTA - Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melahirkan sejumlah poin aturan. Aturan itu antara lain soal hukum zakat perusahaan hingga saham.
Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, pertama soal hukum penyaluran dana zakat dalam bentuk Al-Qardh Al-Hasan. Ketentuan hukumnya, kata Asrorun, pada dasarnya dana zakat mal harus didistribusikan kepada mustahik sesegera mungkin (‘ala al faur) untuk dimiliki dan dimanfaatkan.
"Penyaluran dana zakat dalam bentuk Al Qardh Al Hasan hukumnya boleh atas dasar kemaslahatan yang lebih luas," kata Asrorun, Jakarta, Jumat (12/11/2021).
Ketentuannya sebagai berikut, penerima dana zakat termasuk mustahik zakat, dana yang diterima dimanfaatkan untuk usaha yang tidak bertentangan dengan syariah, pihak amil harus selektif dalam menyalurkan dana zakat dengan mengetahui kondisi mustahiq.
Lalu, penerima zakat harus mengembalikan sesuai dana yang diterima, apabila mustahik belum mampu mengembalikan hingga jatuh tempo, ditangguhkan waktunya.
"Rekomendasi untuk mengeliminisasi kegagalan program, maka lembaga amil zakat dan atau pihak terkait perlu melakukan pendampingan dan pengawasan," ujar Asrorun.
Kemudian, zakat perusahaan, yang memenuhi ketentuan zakat, wajib dikeluarkan zakat. Kekayaan perusahaan yang dimaksud pada angka 1 antara lain, aset lancar perusahaan, dana perusahaan yang diinvestasikan pada perusahaan lain, kekayaan fisik yang dikelola dalam usaha sewa atau usaha lainnya.
Baca Juga : Ijtima Ulama MUI Minta RUU Larangan Minol Segera Disahkan