DALAM buku biografi āBung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesiaā karya Cindy Adams. Bung Karno mengatakan, bapakku seorang guru yang keras. Sekalipun sudah berjamājam, ia masih tega menyuruhku belajar membaca dan menulis. "Hayo, Karno, hafal ini luar kepala. HaāNaāCaāRaā Ka Hayo, Karno, hafal ini; AāBāCāDāE" dan terusāmenerus sampai kepalaku yang malang ini merasa sakit.
Lagiālagi kemudian, "Hayo Karno, ulangi abjad Hayo, Karno, baca ini Karno, tulis itu" Tapi ayahku mempunyai keyakinan, bahwa anaknya yang lahir di saat fajar menyingsing itu kelak akan menjadi orang. Kalau aku berbuat nakal-ini jarang terjadi-dia menghukumku dengan kasar.
Baca juga:Ā Ā Sarinah, Sosok Wanita yang Ajarkan Bung Karno Mencintai Rakyat Jelata
Seperti di pagi itu aku memanjat pohon jambu di pekarangan rumah kami dan aku menjatuhkan sarang burung. Ayah menjadi pucat karena marah. "Kalau tidak salah aku sudah mengatakan padamu supaya menyayangi binatang," ia menghardik. Aku bergoncang ketakutan. "Ya, Pak." "Engkau dapat menerangkan arti kataākata: 'Tat Twan Asi, Tat Twam Asi' ?", "Artinya 'Dia adalah Aku dan Aku adalah dia; engkau adalah Aku dan Aku adalah engkau.'
"Dan apakah tidak kuajarkan kepadamu bahwa ini mempunyai arti yang penting?" Ya, Pak. Maksudnya, Tuhan berada dalam kita semua," kataku dengan patuh. Dia memandang marah kepada pesakitannya yang masih berumur tujuh tahun. "Bukankah engkau sudah ditunjuki untuk melindungi makhluk Tuhan?", "Ya, Pak.","Engkau dapat mengatakan apa burung dan telor itu ?","Ciptaan Tuhan," jawabku dengan gemetar, "tapi dia jatuh karena tidak disengaja.
Baca juga:Ā Ā Ketika Foto Bung Karno Digantung di Setiap Dinding Kamar Pelacuran
Tidak saja sengaja. "Sekalipun dengan permintaan ma'af demikian, bapak memukul pantatku dengan rotan. Aku seorang yang baik laku, akan tetapi bapak menghendaki disiplin yang keras dan cepat marah kalau aturannya tidak dituruti. Aku segera mencari permainan yang tidak usah mengeluarkan uang untuk memperolehnya.
Dekat rumah kami tumbuh sebatang pohon dengan daunnya yang lebar. Daun itu ujungnya kecil, lebar di pangkalnya dan tangkainya panjang seperti dayung. Adalah suatu hari yang gembira bagi anakāanak, kalau setangkai daun gugur, karena ini berarti bahwa kami mempunyai permainan. Seorang lalu duduk di bagian daun yang lebar, sedang yang lain menariknya pada tangkai yang panjang itu dan permainan ini tak ubahnya seperti eretan. Kadangākadang aku menjadi kudanya, tapi biasanya menjadi kusir. Watakku mulai berbentuk sekalipun sebagai kanakākanak.