BUKU biografi ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ karya Cindy Adams, menceritakan ketika Bung Karno berumur sekira empat hingga lima tahun, ia tinggal di rumah neneknya di daerah Tulungagung, Jawa Timur.
"Berikanlah anak itu kepadaku untuk sementara," kata nenek Bung Karno. "Aku akan menjaganya." Dan begitulah aku tinggal di Tulungagung yang letaknya tidak jauh dari Mojokerto. Nenekku tidak kaya. Siapa diantara kami yang kaya di waktu itu? Tapi memang ada juga yang sedikit berada. Nenek berdagang batik, jadi setidak‐ tidaknya dia sanggup memberiku makan.
Baca juga: Sarinah, Sosok Wanita yang Ajarkan Bung Karno Mencintai Rakyat Jelata
Kakek dan nenek kedua‐duanya mengatakan, bahwa aku mempunyai kekuatan‐kekuatan gaib. Bilamana ada orang sakit di kampung itu, atau mendapat luka yang terasa sakit, nenek selalu memanggilku dan dengan lidah aku menjilat bagian dimana terasa sakit. Anehnya, si sakit menjadi sembuh. Nenek pun menduga bahwa aku dapat melihat apa‐apa yang gaib, akan tetapi lintasan‐lintasan penglihatan qalb (hati) itu menghilang ketika aku mulai menemukan kekuatan pidatoku terhadap rakyat.
Baca juga: Ketika Foto Bung Karno Digantung di Setiap Dinding Kamar Pelacuran
Nampaknya, apa yang disebut kekuatan ini kemudian tersalur ke arah lain, Pendeknya, sesudah berumur 17 tahun aku tak pernah lagi memperoleh penglihatan secara ilmu kebatinan. Watakku tidak berubah sedikitpun selama hampir enam dasawarsa. Dalam umur tujuh tahun aku sudah menjadi seorang pemuja seni. Aku memuja Mary Pickford, Tom Mix, Eddie Polo, Fatty Arbuckle, Beverly Bayne dan Francis X. Bushman.
Setiap bungkus rokok Westminster keluaran Inggris berisi gambar dari seorang bintang sebagai hadiah. Aku mengumpulkan bungkus‐bungkus rokok yang sudah terbuang dan menempelkan pahlawan‐pahlawan yang kupuja itu di dinding. Aku menjaga kumpulan ini dengan nyawaku. Ini adalah harta milikku sendiri yang pertama.
Follow Berita Okezone di Google News