TAK hanya kaum pria saja yang berjuang di medan perang guna melawan penjajah. Nyatanya, terdapat kaum perempuan yang ikut andil berjuang di medan perang.
Berikut beberapa pahlawan wanita yang berjuang:
1. Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Dia dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Melalui Kartini, dia berjasa terhadap kesetaraan hak perempuan dan laki-laki. Dia pernah merasakan sekolah di Europese Lagere School (ELS). Namun dia berhenti sekolah karena akan dinikahkan. Mesti tidak bersekolah dia tetap belajar sendiri.
Dia juga rajin menulis surat berbahasa Belanda kepada teman-temannya di Belanda. Surat-surat yang ditulis Kartini menarik Belanda. Surat-surat tersebut dikumpulkan oleh Mr. J. H. Abendanon dan diterbitkan pada tahun 1911 dengan judul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Pada 17 September 1904 RA Kartini wafat. Dia diberi gelar pahlawan nasional pada 2 Mei 1962.
2. Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien lahir pada 1848. Dia dikenal karena ketangguhannya dalam memimpin pasukan melawan Belanda di Perang Aceh. Dia bersama sang suami Teuku Ibrahim Lamnga berada di garis depan untuk melawan Belanda. Namun nahas, sang suami tewas dalam pertempuran. Cut Nyak Dien tidak pantang menyerah, dia bersama suami keduanya Teuku Umar berjuang kembali melawan Belanda.
Teuku Umar tewas saat berperang. Cut Nyak Dien ditangkap Belanda dan dibawa ke Banda Aceh. Cut Nyak Dien meninggal dunia pada 6 November 1908. Karena kegigihannya, pada 2 Mei 1964 Cut Nyak Dien mendapat gelar pahlawan nasional.
3. Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia bersama sang suami Teuku Cik Tunon berusaha mengusir Belanda yang saat itu menduduki Aceh. Sang suami tewas di medan perang. Perjuangan melawan Belanda berlanjut bersama suami keduanya Pang Nanggroe. Namun, sang suami juga tewas akibat serangan Belanda. Cut Meutia akhirnya berjuang bersama pasukannya hingga wafat. Tahun 1964, atas jasa-jasanya pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional.
4. Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika juga dikenal sebagai orang yang memperjuangkan orang pribumi khususnya perempuan untuk mengenyam pendidikan. Dia terlahir dari keluarga ningrat sehingga dapat mengenyam pendidikan. Seperti yang diketahui, pada masa penjajahan Belanda hanya sedikit perempuan pribumi yang dapat mengenyam pendidikan. Sejak kecil Dewi Sartika terlihat mempunyai bakat untuk mengajar. Pada 1904, dia mendirikan Sekolah Istri.
Sekolah tersebut berkembang pesat dan akhirnya pada 1929, sekolah tersebut berganti nama Sekolah Raden Dewi. Saat agresi Militer Belanda, dia turut berjuang melawan Belanda. Kondisi yang mencekam mengharuskan Dewi Sartika mengungsi. Pada 11 September 1947 Dewi Sartika meninggal dan dia beri gelar pahlawan nasional pada 1 Februari 1966.