DALAM website resmi Kerajaan Belanda, https://www.koninklijkhuis.nl/english yang dikutip wikipedia, diceritakan Juliana Louise Marie Wilhelmina van Oranje-Nassau (lahir di Den Haag, 30 April 1909 – meninggal di Baarn, 20 Maret 2004 pada umur 94 tahun) adalah Ratu Kerajaan Belanda dari 6 September 1948, sampai tanggal 30 April 1980, ulang tahunnya ke-71, ketika putrinya, Beatrix naik tahta.
Juliana menikah dengan Bernhard dari Lippe Biesterfeld, seorang bangsawan Jerman, pada tanggal 7 Januari 1937 dan mendapatkan empat anak, Beatrix (1938), Irene (1939), Putri Margriet (1943), dan Marijke (1947) yang namanya kemudian diganti menjadi Christina.
Ratu Juliana naik takhta menggantikan ibunya, Ratu Wilhelmina, antara tahun 1947 – 1948. Pada 27 Desember 1949, ialah yang secara resmi menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada ketua delegasi Indonesia, Mohammad Hatta, dalam pertemuan di Istana Dam, Amsterdam.
Ratu Juliana pernah ke Indonesia pada tahun 1971 sambil membawa "oleh-oleh", antara lain naskah manuskrip Kakawin Nagarakretagama. Naskah lontar ini berasal dari Lombok dan sampai ke Belanda karena dijarah oleh KNIL pada tahun 1894, sewaktu tentara Belanda menaklukkan Lombok.
Baca jgua: Kisah Penemuan Kembali Candi Borobudur yang Tersembunyi di Hutan Belantara
Pada 30 April 1927, Putri Juliana merayakan ulangtahunnya yang ke delapan belas. Pada tahun yang sama, sang Putri masuk sebagai murid di Universitas Leiden.
Pada tahun pertamanya masuk universitas, dia menghadiri kuliah di sosiologi, jurisprudensi, ekonomi, sejarah agama, sejarah parlementer dan hukum konstitusional. Di tengah masa pendidikannya dia juga masuk kelas tentang budaya Suriname dan Antillen Belanda, Piagam Kerajaan Belanda, hukum internasional, bidang internasional, sejarah, dan hukum Eropa.
Dia juga diajar privat oleh C. Snouck Hurgronje dalam agama Islam yang diamalkan oleh kebanyakan orang di Koloni Belanda.
Sementara itu kisah Sri Sultan Hamengku Buwono IX diceritakan di website https://www.kratonjogja.id/raja-raja/10/sri-sultan-hamengku-buwono-ix.
Baca juga: Kisah Bung Karno Pinjam Uang untuk Beli Rambutan dan Menikahkan Anak
Gusti Raden Mas Dorojatun, demikian nama yang disandang beliau ketika kecil. Dilahirkan pada tanggal 12 April 1912, beliau adalah anak kesembilan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dari istri kelimanya, Raden Ajeng Kustilah atau Kanjeng Ratu Alit.
Masa muda GRM. Dorojatun dihabiskan di luar lingkungan keraton. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menitipkan beliau ke pasangan Belanda. Semenjak berusia 4 (empat) tahun, beliau dititipkan di rumah keluarga Mulder, seorang kepala sekolah NHJJS (Neutrale Hollands Javanesche Jongen School).
Pihak keluarga Mulder diberi pesan supaya mendidik GRM Dorojatun layaknya rakyat biasa. GRM Dorojatun diharuskan hidup mandiri, tanpa didampingi pengasuh. Nama keseharian beliaupun jauh dari kesan bangsawan keraton. Di keluarga ini, beliau dipanggil sebagai Henkie (henk kecil).
Masa-masa sekolah beliau jalani di Yogyakarta, mulai dari Frobel School (taman kanak-kanak), lanjut ke Eerste Europe Lagere School B yang kemudian pindah ke Neutrale Europese Lagere School. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, beliau melanjutkan pendidikan ke Hogere Burgerschool di Semarang dan Bandung.
Jenjang pendidikan HBS belum tuntas ditempuh ketika ayahanda memutuskan mengirim beliau bersama beberapa saudaranya, ke Belanda. Setelah menyelesaikan Gymnasium beliau melanjutkan pendidikan di Rijkuniversitet di Leiden.
Di sini Beliau mendalami ilmu hukum tata negara, sambil aktif mengikuti klub debat yang dipimpin Profesor Schrieke. Pada masa pendidikan di Belanda ini pula Beliau berkenalan dan kemudian menjadi sahabat karib Putri Juliana yang kelak akan menjadi Ratu Belanda.
Baca Juga: Peringati Hari Lahir Pancasila, Pengawas KKP Lakukan Upacara Bawah Laut