Pada suatu hari,
Aku hanya mengenal-Mu via surat kabar, radio dan TVRI.
Suara, sikap, dan keberanian-Mu menyeberangi lautan, menembus tembok kuasa, merasuki dan menginspirasi anak muda yang belum tau mau kemana.
Modal-Mu tidak banyak, Kekuatan-Mu sedikit,
Teman-Mu segelintir,
Keberanian-Mu ‘mempermalukan’ lelaki Nusantara.
Pada suatu hari,
Saya melihat kamu dari dekat.
Elegan, tegas, berani, keras kepala naudzubillah dan meledak tanpa pendahuluan.
Aku saksi kesaktian-Mu, ketika mangsamu belum siuman, kamu sudah tersenyum dan ajak ngobrol lagi.
Kamu pergi ketika negeri tidak sedang baik-baik saja.
Sumber daya alam makin tergerus dan gula-santan-nya hanya dicicipi segelintir orang.
Ruang publik dikekang dan anak-anak-Mu kembali dibungkam dan diretas.
Anak-anak muda itu butuh KAMU yang akar-nya menghujam dalam seperti kayu ulin, ketangguhan-nya laksana badak Jawa, ketajaman-nya bagai taring harimau Sumatera, dan keelokannya bagai anggrek dan cendrawasih Papua.
Kabar gelap menyelimuti nusantara.
Alam memanggil-Mu menghadap keharibaan-Nya.
Anak-anak-Mu menengadah ke atas, bayang-Mu disinari cahaya pagi, bermandi embun di kala senja, dibelai semilir bayu Nusantara diantar doa-doa handai tolan dan anak muda yang kamu tak kenal.
Emmy lihatlah ke bawah,
Menghadaplah dengan suka cita, karena cita-asa-Mu telah beranak-pinak dalam pikiran dan sanubari anak muda negeri.
Laode M Syarif
(qlh)