JAKARTA - Pada 1957 ada peristiwa besar yang disebut Peristiwa Cikini 1957. Saat itu, Soekarno yang merupakan Presiden RI, nyaris terenggut maut akibat ledakan granat.
Guntur Soekarno menuturkan tanpa menghujat oknum pelempar granat. Si Mas Tok juga tidak berapi-api dan sensasional, mengisahkan pengalaman buruknya. Bahkan tuturannya terasa intim.
Dalam buku "Bung Karno: Bapakku-Kawanku-Guruku", Guntur bercerita mengenai sisi lain dari Bung Karno, ayahnya yang merupakan sang proklamator kemerdekaan Indonesia. Demikian dilansir dari Kepustakaan Presiden, Perpusnas.
Yayasan Perguruan Cikini tempat di mana Guntur bersekolah mengadakan perayaan hari ulang tahunnya, tapi lupa yang ke berapa. Orangtua murid diundang untuk menghadirinya, termasuk sang bapak Guntur, Soekarno.
Pak, Bapak jadi datang ke bazaar di sekolahku nggak?
+ Yo ... Insya Allah. Apa acaranya di sana? ... Kau punya lukisan dipamerkan ndak?
Waktu pergi ke bazaar, Bapak mengendarai mobil kepresidenan Chrysler Crown Imperial; Indonesia 1; hadiah dari Raja Saudi Arabia: Ibnu Saud, dengan iringan konvoi kepresidenan yang terdiri dari sepeda motor polisi lalu lintas; jeep pengawal dari Corps Polisi Militer, jeep pengawal dari Detasemen Kawal Pribadi Presiden dan mobil-mobil rombongan lainnya.
Bapak langsung melihat-lihat stand di bazaar. Guntur yang kurang tertarik pada urusan pamer memamer, langsung ngacir mencari stand-stand yang berisi permainan ketangkasan.
Kak Ngatijo yaitu kakak pengawal yang bertugas mengawalku saat itu, benar-benar kewalahan dalam mendampingiku. Dari atas aku melihat rombongan Bapak yang sedang bersiap-siap untuk pulang.
Ketika Guntur sedang menghirup sebotol limun kudengar derum suara motor dari pengawal. Tidak lama kemudian tiba-tiba kudengar ledakan yang cukup dahsyat.
Bledeeeerrrr!
Sekilas Guntur berfikir, akh ini tentunya suara knalpot motor dari kakak-kakak polisi. Maklum waktu itu motor-motor yang digunakan adalah Harley Davidson model "tuek"!
Tetapi beberapa detik kemudian ... Bledeeerr! ... Bledeeerr!
Terdengar 3-4 kali ledakan lagi.
Kemudian suasana benar-benar jadi panik dan semrawut sungsang-sumbel. Setelah Guntur dapat menguasai lagi rasa takutku dan emosi. Cepat-cepat aku melompat masuk di antara sela-sela tumpukan peti botol limun di kolong meja.
Kak ... saya di sini!
+ Aduuuh! Kakak cari kemana-mana jebulnya di sini. Ayo Mas, cepat pulang!
Cepat pulang. Bapak di mana Kak?
+ Belum tahu juga Mas! Tugas Kakak menyelamatkan Mas dulu ke rumah.
Aku "diseret" secepat kilat ... ke mobilku B-5353.
+ Ya Allah ...Hayo buruan masuk mobil, kita berangkat dah!
Eh Pak Ro'i nggak apa-apa?
+ Alhamdulilah Mas! Gatotkaca mah nggak mempan pelor! ... Mas lebih baik tiduran saja di belakang ... tiarap saja dah; nggak usah lihat jalanan. Biar pak Ro'i geber ini mobil, biar larinya kayak setaaann!
Sesampainya di Istana, begitu turun dari mobil, Guntur cepat ngibrit ke kamar Bapak. Ternyata Bapak tidak ada di situ. Jangan-jangan Bapak tewas kena granat dan aku sekarang jadi anak yatim.
Tiba-tiba dari kejauhan seseorang berteriak "Saiinnn ... Saiinnn ... kadieu (ke mari)"
Lho itu kan suara Bapak!
Follow Berita Okezone di Google News