DALAM kitab Babad Tanah Djawi (gubahan L Van Rijckevorsel, 1925) diceritakan, Sunan Prawata merupakan anak Sultan Trenggana, raja ke-3 kesultanan Demak Bintara. Raja sebelumnya adalah Sultan Pati Yunus (bertahta 1518-1521 M), saudara tertua Trenggana.
Sunan Prawata adalah putra mahkota Sultan Trenggana yang kelak menggantikan kedudukan sang ayah. Dengan demikian, Sunan Prawata adalah Sultan ke-4 kesultanan Demak.
Nama kecil Sunan Prawata adalah Pangeran Mu’min atau Raden Mu’min. Serat Centhini atau Suluk Tambangraras (1814 M) menyebut Sunan Prawata sebagai Sultan Hadi kang ngedaton in nagari Demak (raja Demak Bintara). Sedangkan orang-orang di Prawoto (sekarang di Pati) menyebutnya sebagai Raden Bagus Hadi Mu’min alias Sunan Prawata.
Pangeran Mu’min lebih memilih mandita menjadi seorang alim yang mengajarkan ilmu agama Islam. Itu kenapa, namanya lebih dikenal sebagai seorang sunan (sunan Prawata; susuhunan ing Prawata) ketimbang sultan (sultan Prawata; raja Demak).
Sepeninggal Trenggana, selain Sunan Prawoto terdapat dua orang lagi tokoh kuat, yaitu Adipati Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan (Bojonegoro) dan Adipati Adiwijaya (Hadiwijaya) penguasa Kadipaten Pajang. Masing-masing adalah keponakan dan menantu Sultan Trenggana.
Arya Penangsang adalah putra Pangeran Sekar Seda ing Lepen atau Pangeran Surowiyoto atau Surawiyata alias Raden Kikin adalah Adipati Babagan Caruban Lasem.
Ayah Arya Penangsang dibunuh Pangeran Prawata di tepi sungai. Ia mendapat dukungan dari gurunya, yaitu Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak.
Baca Juga : Kisah Kerajaan Demak Kalahkan Portugis, Sunda Kalapa Diubah Jadi Jayakarta
Pada tahun 1549 dia mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.