JAKARTA - Hendra Lie , kelahiran Jakarta, adalah seorang pecinta musik. Karir bermusiknya sudah dimulai sejak tahun 1960-an. Dalam perjalanannya, ia juga yang turut andil mendirikan grup band God Bless dengan posisi sebagai manajer sekaligus produsernya.
“Awalnya saya punya grup band bernama Jaguar. Lalu saya menjadi manajer God Bless. God Bless pun menjadi idola, tapi saya melihat berkarir di dunia musik tak terlalu menjanjikan,” ujarnya.
Tahun 1978 ia pun banting stir untuk menjadi seorang pengusaha. “Hobi saja ternyata tak cukup. Dan saya tak mungkin harus selamanya berkarir di musik. Saat konser-konser yang dilakukan God Bless itu, saya melihat tata lampu pertunjukan yang kurang mendukung. Otak saya berputar agar konser itu terlihat meriah. Akhirnya saya pakai alat sederhana seperti sendok dan seng untuk mendongkrak performa mereka. Dan itu berhasil,” ucap Hendra.
Cikal bakal bisnis lighting-nya sebenarnya berasal dari sana. Namun, sebelum mimpi itu terlaksanakan ia sempat hijrah ke Sumatera. Ia mengaku, di Sumatera ia juga menjalankan bisnis kecil-kecilan.
“Saat itu saya benar-benar keluar dari jalur musik. Kenapa saya tinggalkan musik, karena di era itu para musisi dan artis di Indonesia, ketika masa tuanya tiba hidupnya menjadi susah. Kalau di Amerika berbeda, musisi dihormati. Atas dasar itu saya lebih memilih jadi pengusaha saja,” tuturnya.
Kehidupan menjadi pengusaha ternyata sangat kontras dengan dunia musik. “Saat masih di musik, hidup memang cukup glamour dengan pengeluaran besar. Menjadi pengusaha saya harus memulainya dari bawah. Makan cukup di warteg dan kemana-mana dengan naik bis kota. Kalau masih jadi anak band saya tidak berani melakukan itu,” akunya.
Bisnis yang dilakukannya pun beragam dan dalam skala kecil. Namun perlahan lahan, dengan kerja kerasnya, bisnis yang dilakukannya makin membesar.
“Apapun saya lakukan, saya menyadari pendidikan tidak tinggi, SD saja tidak lulus. Jual beli kecil-kecilan. Sampai akhirnya saya punya modal besar dan bisa berbisnis properti dan perhotelan. Dalam hidup saya memang tidak pernah bekerja sama siapapun,” ungkap bapak lima anak ini.
Twin Plaza Hotel adalah salah satu dari hasil jerih payahnya selama ini. Sebuah hotel bintang empat dengan konsep gaya hidup hiburan yang terletak di Jalan S. Parman, Slipi. Selain itu, dunia hiburan pun juga tak luput dari bidikannya. Teater Tanah Airku di TMII dan Dome Ancol adalah beberapa bisnis yang turut dikelolanya.
Tahun 1990, ia kembali ke Jakarta dari Sumatera. Sambil mengerjakan bisnis lain, Hendra Lie juga merintis bisnis baru yang dinamainya Mata Elang. Sebuah bisnis yang bergerak di dunia tata lampu pertunjukan. Ini adalah masa dimana ia kembali ke musik untuk membidani suksesnya sebuah pagelaran.
“Untuk membuat nama ‘Mata Elang’ saya membutuhkan waktu cukup lama untuk berpikir. Itu bukan nama keramat, tapi saya buat agar nama itu ada auranya. Burung elang itu kan identik dengan kehebatan. Dan titik hebatnya itu ada di matanya. Maka jadilah nama Mata Elang,” katanya.