JAKARTA โ Merespon aksi serangan di Mabes Polri, Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai sejumlah kalangan menyebutnya aksi nekad yang dilakukan oleh pelaku mengesankan pelaku tidak pakai kalkulasi.
โSaya justru membayangkan ini bukan hanya serangan terencana terhadap polisi. Bukan sebatas ingin memviktimisasi polisi,โ katanya.
Menurut dia, pelaku pasti bisa membayangkan risiko yang akan dia hadapi saat menyerang di pusat jantung lembaga kepolisian tersebut. Jadi, kata dia,serangan tersebut sekaligus merupakan aksi terencana untuk bunuh diri (suicide by cops).
โSisi lain, apakah setiap serangan termasuk penembakan terhadap polisi bisa disebut sebagai aksi teror?,โ ungkapnya.
Baca Juga: Hasil Autopsi: Penyerang Mabes Polri Tewas Usai Terkena Tembakan di Jantung
Reza menjelaskan, di Amerika Serikat, mengacu The Serve and Protection Act, serangan terhadap aparat penegak hukum disebut sebagai hate crime. Bukan terrorism. Di Indonesia boleh beda, tentunya. Penyebutan hate crime menunjukkan bahwa pelaku penembakan yang menyasar polisi tidak serta-merta disikapi sebagai (terduga) teroris.
Butuh cermatan spesifik kejadian per kejadian, untuk memprosesnya secara hukum dengan pasal yang tepat sekaligus menangkal kejadian berikutnya secara tepat sasaran.
(kha)