PELACURAN sudah merajelela sejak awal berdirinya kota Batavia lantaran kurangnya jumlah wanita Eropa. Hal itu terjadi di masa pemerintahan VOC akibat banyaknya para pendatang dari Eropa maupun China tanpa istri mereka.
Seperti dikemukakan Leonard Brusse dalam buku "Persekutuan Aneh", sejak awal berdirinya Batavia, Jan Pieterszoon Coen (JP Coen), Gubernur Jenderal wilayah kongsi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), melontarkan ketidaksenangannya terhadap maksiat. Seperti pergundikan, perzinahan, dan pelacuran. Kenyataannya, pelacuran merupakan masalah yang dihadapi kota ini.
Bahkan, orang nomor satu di Batavia itu pernah menghukum putri angkatnya, Sarah, yang kedapatan berzina dengan perwira muda VOC di kediamannya.
Si perwira ini dihukum pancung, sementara si gadis didera dengan badan setengah telanjang. Eksekusi dilakukan di balaikota (kini Museum Sejarah Jakarta, Jl Falatehan, Jakarta Barat).
Tapi Coen, dan kemudian para penggantinya tidak dapat membendung pelacuran. Apalagi Batavia banyak didatangi para pelaut mancanegara, setelah mendarat mencari tempat-tempat plesiran.
Baca Juga : Lebih Baik Tetap di Rumah Ketimbang Mudik Lebaran
Alwi Shahab, sejarahwan Betawi, menulis, pada 13 Agustus 1625, hanya enam tahun setelah JP Coen mendirikan Batavia , seorang perempuan pribumi, Maria, mengadukan suaminya, Manuel, pada polisi. Manuel memaksa dirinya dan budak perempuannya untuk mencari nafkah haram dengan melacur.
Pada Agustus 1631 diketahui beberapa perempuan telah melakukan zinah dengan orang-orang Cina dan Banda. Sementara sejumlah orang yang memelihara budak-budak perempuan memerintah mereka untuk melacur setiap harinya. Sementara si pemilik budak tinggal memetik penghasilan besar.
(aky)