KERATON Surosowan adalah kediaman para sultan Banten, dari Sultan Maulana Hasanudin pada tahun 1552 hingga Sultan Haji yang memerintah pada 1672-1687. Bangunan itu yang nyaris rata dengan tanah, di sekelilingnya telah ditumbuhi rumput dan lumut.
Semula, bangunan keraton yang seluas hampir 4 hektare itu bernama Kedaton Pakuwan. Terbuat dari tumpukan batu bata merah dan batu karang, dengan ubin berbentuk belah ketupat berwarna merah.
Sisa bangunan yang kini masih bisa dinikmati adalah benteng setinggi 0,5-2 meter yang mengelilingi keraton dan sisa fondasi ruangan. Sisa pintu masuk utama di sisi utara kini tinggal tumpukan batu bata merah dan bongkahan batu karang yang menghitam.
"Bangunan kolam persegi empat di tengah keraton merupakan pemandangan lain yang ada di dalam benteng. Menurut catatan sejarah, puing itu merupakan bekas kolam Rara Denok, pemandian para putri," ujar (alm) Ismetullah, Sultan Banten.
Baca juga: Kisah Limun Soda dan Air Belanda Klaasesz Tjap Koetjing dari Semarang
Di bagian belakang atau di sisi selatan, terlihat pula sisa bangunan berbentuk kolam menempel pada benteng. Dahulu, kolam itu digunakan sebagai pemandian pria-pria kerajaan, yang disebut Pancuran Mas.
Air yang dialirkan ke kolam Rara Denok dan Pancuran Mas berasal dari mata air Tasik Ardi, sebuah danau buatan yang berjarak sekitar 2,5 kilometer di sebelah selatan atau tepatnya barat daya keraton. Disalurkan ke keraton dengan menggunakan pipa yang terbuat dari tanah liat.
Baca juga: Kisah Nama Batavia Lahir dari Serdadu VOC Mabuk dan Java Bier "Untuk Orang Kuat"
“Sebelum masuk keraton, air dari Tasik Ardi harus melalui tiga kali proses penyaringan. Bangunan penyaringan itu disebut Pangindelan Abang, Pangindelan Putih, dan Pangindelan Mas. Sistem irigasi ini dikembangkan oleh Ki Ageng Tirtayasa,” kata Ismetullah.